Tujuan, Tingkat Pengajaran dan Kurikulum Pendidikan pada Masa Abbasiyah
A.
Tujuan Pendidikan Pada Masa
Abbasiyah
Pada masa Nabi, Khulafaur Rasyidin dan Umayyah, tujuan pendidikan Islam
hanya satu, yaitu keagamaan semata. Mengajar dan belajar karena Allah dan
mengharap keridhaan-Nya. Namun pada masa Abbasiyah, tujuan pendidikan itu telah
bermacam-macam, karena pengaruh masyarakat pada masa itu serta kemajuan zaman.
Secara garis besar, tujuan tersebut dapat dipahami sebagai berikut:
a.
Tujuan keagamaan dan akhlak
Sebagaimana
pada masa sebelumnya, anak-anak dididik dan diajarkan membaca dan menghafalkan
al-Qur’an. Ini merupakan suatu kewajiban dalam agama, supaya mereka dapat
mengikuti ajaran agama dan berakhlak mulia sesuai ajaran Islam.
b.
Tujuan kemasyarakatan
Para pemuda
pada masa itu belajar dan menuntut ilmu agar mereka dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat, dari masyarakat
yang penuh dengan kejahilan menjadi masyarakat yang bersinar dengan ilmu
pengetahuan, dari masyarakat mundur menuju masyarakat maju dan makmur. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka ilmu-ilmu yang diajarkan di Madrasah bukan saja
ilmu agama dan Bahasa Arab, bahkan juga diajarkan ilmu duniawi yang bermanfaat
untuk kemajuan masyarakat.
c.
Cinta akan ilmu pengetahuan
Masyarakat pada
saat itu belajar tidak mengharapkan apa-apa selain dari pada memperdalam ilmu
pengetahuan. Mereka merantau ke seluruh negeri Islam untuk menuntut ilmu tanpa
memperdulikan susah payah dalam perjalanan yang umumnya dilakukan dengan
berjalan kaki atau mengendarai kuda. Tujuan mereka tidak lain untuk memuaskan
jiwanya untuk menuntut ilmu.
d.
Tujuan kebendaan
Pada masa itu
mereka menuntut ilmu agar mendapatkan penghidupan yang layak dan pangkat yang
tinggi, bahkan kalau memungkinkan mendapat kemegahan dan kekuasaan di dunia
ini, sebagaimana tujuan sebagian orang pada masa sekarang ini.
B. Tingkat-Tingkat Pengajaran
Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah
terdiri dari beberapa tingkat, yaitu:
1. Tingkat sekolah rendah, namanya Kuttab sebagai tempat belajar bagi anak-anak. Di samping Kuttab ada pula anak-anak belajar di rumah, di istana, di toko-toko dan di pinggir-pinggir pasar. Adapun pelajaran yang diajarkan meliputi: membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, pokok-pokok ajaran islam, menulis, kisah orang-orang besar islam, membaca dan menghafal syair-syair atau prosa, berhitung, dan juga pokok-pokok nahwu shorof ala kadarnya.
2. Tingkat sekolah menengah, yaitu di masjid dan majelis sastra serta ilmu pengetahuan sebagai sambungan pelajaran di kuttab. Adapun pelajaran yang diajarkan meliputi: Al-Qur’an, bahasa Arab, Fiqih, Tafsir, Hadits, Nahwu, Shorof, Balaghoh, ilmu pasti, Mantiq, Falak, Sejarah, ilmu alam, kedokteran, dan juga musik.
3. Tingkat perguruan tinggi, seperti Baitul Hikmah di Bagdad dan Darul Ilmu di Mesir (Kairo), di masjid dan lain-lain. Pada tingkatan ini umumnya perguruan tinggi terdiri dari dua jurusan:
a. Jurusan ilmu-ilmu agama dan Bahasa Arab serta kesastraannya. Ibnu Khaldun menamainya ilmu itu dengan Ilmu Naqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi: Tafsir Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Nahwu, Shorof, Balaghoh, dan juga Bahasa Arab.
b. Jurusan ilmu-ilmu hikmah (filsafat), Ibnu Khaldun menamainya dengan Ilmu Aqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi: Mantiq, ilmu alam dan kimia, musik, ilmu-ilmu pasti, ilmu ukur, Falak, Ilahiyah (ketuhanan), ilmu hewan, dan juga kedokteran.
C.
Kurikulum
Pendidikan pada Masa Abbasiyah
Kurikulum
yang dikembangkan dalam pendidikan Islam saat itu, yaitu: pertama, kurikulum
pendidikan tingkat dasar yang terdiri dari pelajaran membaca, menulis, tata
bahasa, hadist, prinsip-prinsip dasar Matematika dan pelajaran syair. Ada juga
yang menambahnya dengan mata pelajaran nahwu dan cerita-cerita. Ada juga
kurikulum yang dikembangkan sebatas menghafal Al-Quran dan mengkaji dasar-dasar
pokok agama.
Berikut sebuah riwayat yang bisa memberikan gambaran tentang
kurikulum pendidikan pada tingkat dasar pada saat itu. Al Mufadhal bin Yazid
menceritakan bahwa pada suatu hari ia berjumpa seorang anak-anak laki dari
seorang baduwi. Karena merasa tertarik dengan anak itu, kemudian ia bertanya
pada ibunya. Ibunya berkata kepada Yazid: “…Apabila ia sudah berusia lima tahun
saya akan menyerahkannya kepada seorang muaddib (guru), yang akan
mengajarkannya menghafal dan membaca Al-Quran lalu dia akan mengajarkannya
syair. Dan apabila dia sudah dewasa, saya akan menyuruh orang mengajarinya naik
kuda dan memanggul senjata kemudian dia akan mondar-mandir di lorong-lorong
kampungnya untuk mendengarkan”
Kedua, kurikulum pendidikan tinggi. Pada
pendidikan tinggi, kurikulum sejalan dengan fase dimana dunia Islam
mempersiapkan diri untuk memperdalam masalah agama, menyiarkan dan
mempertahankannya. Akan tetapi bukan berarti pada saat itu, yang diajarkan
hanya agama, karena ilmu yang erat kaitannya dengan agama seperti bahasa,
sejarah, tafsir dan hadis juga diajarkan.
Komentar
Posting Komentar