Sejarah Dinasti Abbasiyah

 

Kekuasaan dinasti Bani Abbas, atau khilafah Abbasiyah melanjutkan kekuasaan dinasti Umayyah. Dimana pemerintahan Abbasiyah adalah keturunan dari Al-Abbas, paman Nabi SAW. Pendiri kerajaan al-Abbas ialah Abdullah as-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas, dan pendiriannya dianggap suatu kemenangan bagi idea yang dianjurkan oleh kalangan Bani Hasyim setelah kewafatan Rasulullah, agar jabatan khalifah diserahkan kepada keluarga Rasul dan sanak-saudaranya. Tetapi idea ini telah dikalahkan di zaman permulaan Islam, dimana pemikiran Islam yang sehat menetapkan bahwa jabatan khalifah itu adalah milik seluruh kaum muslimin, dan mereka berhak melantik siapa saja diantara kalangan mereka untuk menjadi ketua setelah mendapat dukungan. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.[1]

Tetapi, orang-orang parsi yang masih berpegang pada prinsip hak ketuhanan yang suci, terus berusaha menyebarkan prinsip tersebut, sehingga mereka berhasil membawa Bani Hasyim ke tampuk pemerintahan. Pada pandangan publik umumnya, golongan Alawiyin adalah lebih dekat kepada Rasulullah SAW, karena kedudukan Fatimah yang menjadi anak baginda, dan juga karena kedudukan Ali yang menjadi sepupu dan menantu baginda.

Kemudian karena keutamaan Ali yang telah memeluk agama Islam lebih dahulu dari yang lain-lain serta perjuangannya yang terkenal untuk menegakkan Islam. Tetapi, golongan Abbasiyah setelah berkuasa lantas mengumumkan bahwa mereka lebih utama dari Bani Hasyim sebagai pewaris dari Rasulullah karena moyang mereka ialah paman baginda. Pusaka peninggalan tidak boleh didapat oleh pihak sepupu. Paman dan keturunan dari anak perempuan tidak mewarisi pusaka Rasulullah dengan adanya pihak ‘ashabah.[2]

Faktor-faktor pendorong berdirinya Dinasti Abbasiyah dan penyebab suksesnya yaitu:

1.   Banyak terjadi perselisihan intern antar Bani Umayyah pada dekade terakhir pemerintahannya. Hal ini disebabkan karena memperebutkan kursi kehalifahan dan harta.

2.   Pendeknya masa jabatan khalifah di akhir-akhir pemerintahan Bani Umayyah, seperti khalifah Yazid bin al-Walid kurang lebih memerintah sekitar 6 bulan.

3.   Dijadikannya putra mahkota lebih dari satu orang seperti yang di lakukan oleh Marwan bin Muhammad yang menjadikan anaknya Abdulah dan Ubaidilah sebagai putra mahkota.

4.   Bergabungnya sebagai afrad keluarga Umayyah kepada mazhab-mazhab agama yang tidak benar menurut syariah, seperti Al-Qadariyah.

5.   Hilangnya kecintaan rakyat pada akhir-akhir pemerintahan Bani Umayyah.

6.   Kesombongan para pembesar Bani Umayyah pada akhir pemerintahannya.

7.   Timbulnya dukungan dari Al-Mawali (non Arab)

Dari berbagai penyebab di atas dan dengan ketidaksenangan Mawali pada Dinasti Umayyah mengakibatkan runtuhnya Dinasti Umayyah dan berdiri Dinasti Abbasiyah. Hal ini dapat dilihat dengan bantuan para Mawali dari Khurasan dan Persi. Misalnya, bergabungnya Abu Muslim al-Khurasani, ia berhasil menjadi pemimpin di Khurasan yang pada awalnya di bawah kekuasaan Umayyah.[3]



[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 49

[2] Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT Al-Husna Zikra, 1997), hlm. 1

[3] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 66



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Soal Menghitung Zakat Fitrah

Contoh Teks MC Pelantikan Pengurus

Materi PAI Kelas 6 Bab 4 Ayo Membayar Zakat ppt