Konsep, Konteks dan Tahap-Tahap Inovasi Kurikulum
v Konsep Inovasi Kurikulum
Masalah inovasi
(pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan discovery.
Invention adalah suatu penemuan sesuatu yang benar-benar baru, artinya hasil kreasi manusia. Sedangkan discovery
adalah suatu penemuan sesuatu (benda), yang benda itu sebenarnya telah ada
sebelumnya tetapi semula belum diketahui orang. Jadi inovasi adalah usaha
menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) baik invention
maupun discovery. Menurut Ibrahim, inovasi adalah penemuan yang dapat
berupa ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai suatu hal yang baru bagi
seseorang atau sekelompok orang (masyarakat).
Inovasi
kurikulum adalah suatu gagasan atau praktek kurikulum baru dengan mengadopsi
bagian-bagian yang potensial dari kurikulum tersebut dengan tujuan untuk
memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu. Inovasi selalu merupakan suatu
pengembangan dari beberapa bentuk yang sudah ada, sehingga inovasi selalu
berkaitan dengan masalah kreasi dan atau penciptaan sesuatu yang baru dan
menuju ke arah yang lebih baik.[1]
Banyak kendala
yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi kurikulum pada khususnya dan
inovasi pendidikn pada umumnya. Kendala utama yang dapat menghambat jalannya usaha
inovasi diantaranya adalah:
1)
Estimasi yang
tidak tepat terhadap inovasi.
2)
Konflik dan
motivasi yang kurang sehat.
3) Lemahnya
berbagai faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi
yang dihasilkan.
4)
Masalah-masalah
keuangan (finansial) yang tidak memenuhi.
5)
Adanya
penolakan dari kelompok tertentu atas hasil inovasi.
6)
Kurang adanya
hubungan sosial dan publikasi.
Guru,
administrator, orang tua peserta didik harus berubah sikap dan perilakunya jika
ada perubahan dan pembaharuan kurikulum sehingga perubahan dan pembaharuan itu
diharapkan dapat berhasil dengan baik (berhasil).[2]
v Teknik dan Konteks yang Menguntungkan bagi Inovasi Kurikulum
Pada permulaan tahun 60-an muncullah
satu pergerakan (movement) pengembangan kurikulum yang lebih baik bagi
inovsi kurikulum. Teknik dan konteks itu seperti yang diungkapkan oleh Unwin
dan Eleese, yaitu:
1. Iklim sosial
dan politik yang menguntungkan bagi peningkatan penanaman (investasi) dalam
penelitian dan pengembangan pendidikan yang dirancang untuk meningkatkan
perubahan pelaksanaan (praktek) persekolahan dewasa ini.
2.
Suatu dasar
keuangan yang berkembang, melengkapi sumber-sumber bagi usaha penelitian dan
pengembangan sekolah negeri dan swasta yang melebihi kemampuan maupun
kepentingan suatu kelas sekolah atau ke semua sistem sekolah.
3. Keterlibatan
secara aktif dalam reformasi sekolah oleh para peserta didik dan guru dengan
mempersiapkan waktu dan usaha yang kreatif untuk pembaharuaan kurikulum.
4. Pengalaman
praktis dalam melaksanakan taskforce type projects dalam skala waktu 3-6
tahun dan diarahkan kepada perolehan bahan pengajaran di sekolah yang langsung
dapat digunakan.
5. Suatu model
penelitian, pengembangan dan penyebaran yang menganjurkan adanya bentuk
kegiatan kearah keberhasilan perubahan persekolahan yang dapat diramalkan.
6.
Suatu rencana
kerja yang mendasar untuk merencanakan kurikulum baru.
7.
Skematisasi
tujuan pendidikan.
8. Pendirian
lembaga-lembaga lokal, regional dan nasional untuk pengembangan sumber dan
bahan.
9. Suatu landasan
bagi pendidikan guru dan studi pendidikan di universitas yang mampu
menghasilkan guru, peneliti dan pengembang yang terlatih.[3]
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat ini telah banyak
diperkenalkan inovasi-inovasi pendidikan dan/atau kurikulum yang diadopsi dri
luar negeri maupun hasil pemikiran para ilmuwan pendidikan kita sendiri. Menurut
Zahara Idris, masalah-masalah yang menunut adanya inovasi pendidikan dan
kurikulum di Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan
ilmu pengetahuan menghasilkan kemajuan teknologi yang mempengaruhi kehidupan
sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan kebudayaan Indonesia.
2. Laju eksplosi
penduduk yang cukup pesat yang menyebabkan daya tampung ruang, dan fasilitas
pendidikan sangat tidak seimbang.
3. Melonjaknya
aspirasi masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik, sedang di
pihak lain kesempatan sangat terbatas.
4. Mutu pendidikan
yang dirasakan semakin menurun yang belum mampu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
5. Kurang ada
relevansi antara program pendidikan dan kebutuhan masyarakat yang sedang
membangun.
6. Belum
berkembangnya alat organisasi yang efektif serta belum tumbuhnya suasana yang
subur dalam masyarakat untuk mengadakan perubahan-perubahan yang dituntut oleh
keadaan sekarang dan yang akan datang.
Untuk mengatasi permaslahan tersebut, pemerintah elah berusaha
mengadakn usaha-usah inovasi pendidikan dan kurikulum, antara lain: Proyek
Perinis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP Negeri; Kurikulum 1975
yang disempurnakan; Proyek Pamong; SMP Terbuka; Pendekatan Keterampilan Proses
dan Cara Belajar Siswa Aktif; Sekolah Dasar Kecil; Sistem Kredit Semester di
Sekolah Menengah Atas dn Perguruan Tinggi; Pendidikan Guru Sekolah Dasar
(PGSD); dan Program Muatan Lokal dan sebagainya.[4]
v Tahap-tahap dalam Mengadopsi Inovasi Kurikulum
Dalam melaksanakan inovasi kurikulum
kita tidak dapat terlepas dari fakor-faktor yang mempengaruhinya. Arnold dan Goodle
mengidentifikasi sembilan faktor yang ada dalam masalah inovasi, yaitu:
1.
Inovasi sebagai
jawaban terhadap kebutuhan atau masalah pendidikan yang diakui secara lokal.
2. Hubungan antara
inovasi dengan masalahnya harus dikenali secara jelas oleh administrator, guru,
badan pembuat keputusan dan orang yang terkait (orang tua peserta didik).
3.
Inovasi merupakan
suatu jawaban yang tepat terhadap masalah yang dikemukakan.
4. Sekolah
setempat membuat dan melakukan inventarisasi yang berarti tentang sumber dalam
proyek itu.
5. Staf sekolah
harus memahami tentang rasional program inovatif dan harus mempersiapkannya
secara memadai agar dapat menyelesaikan tugas dengan berhasil.
6.
Pelayanan
pelengkap yang memadai membantu guru dalam kels selama tahap permulaan.
7. Kriteria
inovasi yang memadai bagi inovasi yang diterapkan selama program dilksanakan
sampai diperoleh kesimpulannya.
8.
Program inovasi
dimulai dari skala yang dapat dijangkau atau dikelola.
9. Pemimpin
program yang cakap dan yang secara relatif tetap tidak dapat diganti selama
periode penerapan (implementasi).
Dalam mengadakan inovasi, salah satu acuan yang dapat kita pakai
termuat dalam The Austin Project yng didalamnya berisi tahap-tahap dalam
pelaksanaan inovasi, yaitu:
1.
Eksplorasi
Di sini diperhatikan kesadaran umum
tentang inovasi dan dipelajari lebih banyak tentang inovasi. Pengadopsian yang
potensial mempertimbangkan aspek-aspek inovatif sesungguhnya dengan suatu cara
khusus yang tidak egoistik mengenai efek dan perlengkapan yang akan digunakan.
2.
Antisipasi
Antisipasi berupa gambaran secra
belum menentu tentang peranan yang dimainkan oleh pemakai secara individual dan
harapan yang diberikan kepadanya berupa analisis tentang peranannya dalam
hubungan dengan struktur pengajaran, organisasi pembuat keputusan dan
perimbangan kekuatan konflik dengan mengabaikan susunan dan komitmen personal
yang memiliki implikasi finansial dan kedudukan.
3.
Penanganan
Penanganan adalah ekspresi tentang proses
penggunaan inovasi dan penggunaan sumber maupun informasi yang paling baik yang
terpusat pada masalah-masalah yang berkaitan dengan efisiensi, organisasi,
pengelolaan, penjadwalan dan tuntutan waktu.
4.
Adaptasi
(penyesuaian)
Adaptasi adalah upaya eksplorasi
penyesuaian dari inovasi terhadap klien di dalam lingkungannya yang berpengaruh
secara langsung.
5.
Kerjasama
Kerjasama memiliki titik sentral
pada peningkatan pengaruh pada klien melalui kerjasam dengan orang lain yang
berkepentingan dalam pemanfaatan inovasi.
6.
Perhitungan
Petunjuk mengenai pemakaian
ekstrapolasi tentang keuntungan yang lebih universal dari inovasi meliputi
kemungkinan tentang perubahan umum atau penempatan kembali yang disertai suatu
alternatif yang lebih kuat.[5]
Komentar
Posting Komentar