Pemikiran Burhanudin Az-Zarnuji tentang Guru dan Pendidikan

 

Kitab Ta'lim Al-Muta"allim Karya Az-Zarnuji
 

A. Riwayat Hidup Burhanudin Az-Zarnuji

Burhan Al-Islam Az-Zarnuji dikenal dengan panggilan Az-Zarmuji, berasal dari kota Zarnuj. Merupakan suatu negri yang menurut Al-Qurasyi berada di turki dan menurut Yakut Al Hamami terletak di Turkistan, diseberang sungai Tigris. Az-Zarnuji adalah pengikut mazhab Hanafi.[1] Pada saat Az-Zarnuji hidup kalaupun politik dan militer Daulah Islamiyah merosot, namun tidak demikian halnya keadaan ilmu pengetahuan tambah menanjak maju. Dengan demikian berarti Azs-Zarnuji hidup di masa kejayaan ilmu pengetahuan. Perkembangan dan kemajjuan ilmu pengetahuan juga masih berlangsung sampai abad keempat belas. Perlu diingat bahwa ilmu pendidikan pada masa itu belum merupakan cabang ilmu tersendiri, tetapi masih dikelompokan pada bidang akhlak.

Latar belakang intelektual Az-Zarnuji dimulai dengan belajar di Bukhara dan Samarkand, yang merupakan pusat kegiatan keilmuan, pengajaran dan lain-lain. Masjid-masjid di kedua kota tersebut di jadikansebagai lembaga pendidikan dan ta’lim yang antara lain diasuh oleh Burhanudin al-Marginanai, Syamsudin Abd al-Wajdi Muhammad bin Muhammamd Abd al-Sattar al- Amidi dan lainnya.[2] Saat itu Az-Zarnuji belajar kepada Ruknuddin al-Firgiani, seorang ahli fiqh, sastrawan dan penyair yang wafat pada tahun 594/1196M. Berdasarkan informasi ada kemungkinan besar bahwa Az-Zarnuji selain ahli dalam bidang pendidikan dan tasawuf juga menguasain bidang-bidang lain, seperti sastra, fiqh, ilmu kalam dan lain sebagainya. Selain itu pada masa ini pemikiran berbagai mazhab tumbuh sangat subur begitu pula perdebatan dua aliran besar antara sunni dan mu’tazilah. Dalam percaturan politik kekuasaan terjadai tarik menarik antara sunni dan Syiah, dimana sekitar seratus tahun syiah menjadi madzab resmi negara yang diterapkan oleh bani Buwaih. Setelah kekuasaan bani Buawih runtuh dan digantikan oleh bani seljuk. Sehingga paham sunni dikembalikan lagi kepada madzhab negara sebagaimana semula.

Ditengah-tengah perdebatan ini Az-zarnuji merupakan ulama yang membela dan melestarikan paham sunni. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Ibrahim yang mensyarahi kitab Ta’lim al-Muta’allim milik Az-Zarnuji, bahwa Az-Zarnuji berpegang teguh pada paham sunni dan menentang mu’tazilah yang dianggap sesat dan menyesatkan.

B.  Pemikiran Burhanudin Tentang Guru

Dalam kitab Ta’lim prinsip pokok dalam relasi guru diketahui dari anjurannya tentang keharusan menghormati ilmu pengetahuan, keutamaan mencarinya, pelajar dan mempelajainya, serta orang yang mengajarkan ilmu. Dari sinilah nampak sekali penghargaan terhadap ilmu yang begitu tinggi akan berpengaruh terhadap motivasi dan dedikasi yang tinggi baik dari anak didik maupun guru. Kaitannya dengan ini Al-Zarnuji telah menempatkan sosok guru dalam posisi yang mempunyai nilai tawar tinggi sehingga keberadaannya harus dihormati dalam segala hal, baik dalam suasana belaljar maupun dilingkungan masyarakat.[3] Guru menampakan keseriusannya sebagai ukuran keikhlasan dan kewibawaan dalam pengajarannya. Sedangkan seorang murid menunjukan keseriusannya sebagai maniifesasi daya juang untuk pencapaian ilmu yang bermanfaat sekaligus menempatkan sebagai penengadah ilmu yang siap saat menerima bentuk dan macam ilmunya yang diajarkan guru. Dalam pandangan Az-Zarnuji posisi guru yang mengajari ilmu walaupun hanya satu huruf dalam konteks keagamaan merupakan bapak spiritual. Oleh karenanya kedudukan guru sangatlah terhormat dan tinggi karena dengan jasanya seorang murid dapat mencapai keinginan spiritual dan keselamatan akhirat.[4]

Dalam hal ini Az-Zarnuji memberikan beberapa cara untuk menghormati guru, diantatranya adalah tidak berjalan di depannya, tidak menempati tempat duduk yang biasa digunakan untuk mengajar. Pada prinsipnya peserta didik harus melakukan hal-hal yang membuat guru rela, menjauhkan amarahnya dan menaati perintahnya yang tidak bertentangan dengan agama Allah.[5]

Disamping memberikan konsep penghormatan terhadap guru Az-Zarnuji juga menekankan penghormatan kepada kitab atau buku sebagai sumber ilmu. Ia berpendapat bahwa sebagian dari menggunakan ilmu adaalh menggunakan kitab. Oleh karenanya Imam Syamsul A’immah al-Halwani[6] berkata “ Aku memperoleh ilmu karena aku menghormatinya. Aku tidak per nah mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci”.

Selanjutnya sikap yang harus dimiliki oleh seorang murid menurut Az-Zarnuji adalah bahwa murid hendaknya mendengarkan ilmu dan hikmah yang diberikan gurunya dengan rasa hormat, sekalipun sudah pernah mendengar masalah tersebut beribu kali. Kerena barang siapa yang tidak menghormati suatu masalah, walaupun ia telah mendengar beribu kali maka ia bukan termasuk ahli ilmu. Dalam memilih suatu cabang ilmu atau spesialisasi tertentu, Az-Zarnuji menekankan seorang murid tidak boleh memilihnya sendiri akan tetapi harus menyerahkan kepada guru. Karena guru lebih mengetahui ilmu yang cocok baginya berdasarkan watak dan kecenderungan muridnya. Berbeda dengan murid-murid sekarang yang selalu memilih pengajiannya sendiri akibatnya mereka tidak berhasil meraih ilmu yang di cita-citakan.

C.  Pemikiran Burhanudin Az-Zarnuji Tentang Pendidikan

Secara bahasa, pendidikan berasal dari kata education yang dapat diartikan upbringing (pengembangan), teaching (pengajaran), instruction (perintah), pedagogy (pembinaan kepribadian), breeding (memberi makan), raising of animal (menumbuhkan).

Dalam bahasa Arab, kata pendidikan merupakan terjemahan dari kata اَلتَّرْبِيَة yang dapat diartikan proses menumbuhkan dan mengembangkan potensi yang terdapat pada diri seseorang, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual. Kata اَلتَّرْبِيَةjuga mencakup beberapa pengertian lain, diantaranya:  التعليم ( pengajaran tentang ilmu pengetahuan, التأذيب (pendidikan budi pekerti), الموعظة ( nasihat tentang kebaikan), الرياضة  (latihan mental spiritual), dan masih banyak pengertian pendidikan dalam bahasa Arab.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S Poeradarminta mengartikan pendidikan sebagai berikut:

1. Perbuatan (hal, cara) mendidik,

2. Ilmu pendidik, ilmu didik, ilmu mendidik, dan

3. Pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan, batin dan sebagainya, misalnya pendidikan jasmani pun tidak boleh dilupakan juga.[7]

Az-Zarnuji merupakan salah satu dari dua tokoh yang menekankan religious ethics, menurutnya religious ethics sangat diperlukan sebagai komponen yang menjadi indikator dan prasyarat keberhasilan pendidikan. Dengan demikian pada masa sekarang religious ethics ini sangat sesuai dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana UU NO. 20 Tahun 2003 bab II pasal 3. Dalam pasal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan nasional mempunyai tujuan membentuk:

1. Pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME.

2. Manusia yang berakhlak mulia, sehat, kreatif dan mandiri.

3. Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.[8]



[1] Tim Dosen Fakultas Tarbiyah Maulana Malik Ibrahim Malang, Pendidik Islam dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer (Jakarta: UIN-Malang Press, 2009) hlm. 267

[2] Syaroni, Model Relasi Ideal Guru dan Murid ( Yogyakarta: penerbit TERAS, 2007) hlm.39

[3] Syaroni, Model Relasi Ideal Guru dan Murid ( Yogyakarta: penerbit TERAS, 2007) hlm. 47

[4] Syaroni, Model Relasi Ideal Guru dan Murid ( Yogyakarta: penerbit TERAS, 2007) hlm.48

[5] Tim Dosen Fakultas Tarbiyah Maulana Malik Ibrahim Malang, Pendidik Islam dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer (Jakarta: UIN-Malang Press, 2009) hlm. 292

[6] Syaroni, Model Relasi Ideal Guru dan Murid ( Yogyakarta: penerbit TERAS, 2007) hlm.52

[7] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam ( Jakarta: Kencana, 2011). Hal. 14-15.

[8] Syaroni, Model Relasi Ideal Guru dan Murid ( Yogyakarta: penerbit TERAS, 2007) hlm.88-89.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Soal Menghitung Zakat Fitrah

Contoh Teks MC Pelantikan Pengurus

Materi PAI Kelas 6 Bab 4 Ayo Membayar Zakat ppt