Pendidikan Islam Pada Masa Muhammadiyah

 A. Biografi K.H. Ahmad Dahlan

K.H Ahmad Dahlan adalah keturunan raja atau sultan, putra asli Kauman Yogyakarta, keturunan ulama-ulama terkemuka di zamannya. Menurut Sti Aisyah Hilal, putri keenamnya, K.H Ahmad Dahlan adalah putra keempat K.H Abubakar bin K.H Muhammad Mas Sulaiman bin K. Murthada bin K. Ilyas bin Demang Jurang Juru Kapindo bin Demang Juru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Grebeg bin Maulana Fadlullah bin Maulana Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim. Adapun Ibunya adalah putri K.H Ibrahim tinggal di Kauman Yogyakarta anak K.H Hasan Basri Mardikan Karangkajenan seorang penghulu kesultanan Jua. Perkawinan K.H. Abu bakar dengan putri K.H Ibrahim melahirkan beberapa anak, antra lain Ahmad Dahlan.[1]

Kauman adalah suatu tempat yang biasanya berada di sekitar kraton atau kompleks penguasa seperti bupati atau kepala daerah, yang dilengkapi dengan alun-alun dan masjid besar. Penduduknya terkenal sangat taat beragama. Keluarha K.H. Abu Bakar yang sederhana pada tahun 1868 dikaruniai seorang putra. Satu-satunya putra yang sangat di harapkan, karena saudara-saudaranya yang terdahulu putri semua. Betapa gembiranya K.H Abubakar waktu menerima putra laki-laki titipan Tuhan itu diberi nama Muhammad Darwis yang kemudian dikenal dengan Ahmad Dahlan.

Dia bukan saja dikenal sebagai tokoh utama berdirinya Muhammadiyah tetapi juga tokoh yang mengubah sistem berpikir umat, menafsirkan Islam dengan cita-cita modernitas dan nilai kemanusiaan yang liberal. [2]

B.   Paham dan Ajaran Muhammadiyah

Alwi shihab mengatakan bahwa ada empat teori yang dijelaskan sebagai latar belakang yang mendorong lahirnya muhammadiyah.

·         Pertama, teori faktor gagasan pembaharuan islam ditimur tengah. Menurut teori ini, selama paruh akhir abad ke-19, gagasan pembaharuan islam yang tengah berkembang di beberapa negara Timur Tengah mulai diperkenalkan di Indonesia baik secara langsung oleh para jamaah haji yang menyampaikan kepada mereka secara lisan maupun secara tidak tidak lansung melalui berbagai penerbitan dan jurnal yang tersebar di kalangan kaum Muslimin santri di Indonesia. Pada pergantian abad, gagasan pembaharuan yang dikembangkan oleh Jamal al-Din al-Afghani 1897, syekh Muhammad Abduh 1905, dan penerusnya Muhammad Rasyid Ridha 1935 mulai mendapat tempat dikalangan masyarakat Muslim Indonesia. Menurut Shihab, akar-akar pembaruan Islam di Indonesia secara historis dapat dilacak ke tahun-tahun pertama abad ke-19. Data sejarah yang ada menunjukkan bahwa gagasan pembaharuan islam yang berasal dari luar wilayah geografis indonesia telah memberi pengaruh besar di Indonesia.

·      Kedua, teori faktor pembaruan Muhammad Abduh. Menurut teori ini, gerakan pembaharuan yang dipimpin jamal al-Afghani dan Muhammad Abduh yang tumbuh di Timur Tengah pada akhir abad ke-19, merupakan kelanjutan logis gerakan awal pembaharuan wahabiyah. Dari tokoh pembahari tersebut, sebagian kalngan meyakini bahwa gagasan pembaharuan Abduh lebih besar dan bertahan lama pengaruhnya terhadap lahir dan berkembangnya Muhammadiyah.

·  Ketiga, teori faktor pertentangan internal dalam masyarakat jawa. Dalam teori ini dikemukakan bahwa kelahiran Muhammadiyahtidak lebi dari suatu akibat adanya proses pertentangan yang panjang dan berlangsung perlahan antara dua kelompok besar dalam masyarakat jawa, yakni kaum priyayi adalah kelompok Muslim yang dangkal tingkat komitmen keislamannya, sedangkan kaum santri merupakan kelompok Muslim yang sangat taat dan tinggi komitmen keislamannya. Hubungan antara kedua kelompok Muslim ini  meliputi baik konfrontasi yang keras maupun kolaborasi yang saling menguntungkan, akan tetapi, pola hubungan yang domonan adalah kesalahpahaman dan rasa salng tidak percaya diantara kedua belah pihak.

·    Keempat, teori faktor penetrasi Kristen. Teori ini menyatakan bahwa perkembangan kegiatan misi kristen dijawa merupakan faktor menentukan yang menyebabkan lahirnya Muhammadiyah adalah perkembangan logis dalam menghadapi kegiatan misi kristen yang diberi dukungan dan kekuatan luar biasa oleh para penguasa kolonial Belanda. Muhammadiyah didirikan untuk menawarkan diri sebagai suatu cara mempertahankan diri dari pengaruh misi kristen, yang saat itu kaum Muslimin Indonesia telah merasakan adanya tantangan dari misi Kristen yang harus mereka hadapi dan lawan dengan segala cara jika ingin menjaga keutuhan agama mereka dan generasi Muslim mendatang.[3]

Pokok-pokok pikiran dan program-program kerja Muhamadiyah. Rumusan arah program PP Muhammadiyah periode 1995-2000 yang meliputi:

ü  Pengembangan pemikiran dan wawasan keagamaan.

ü  Pengembangan kualitas sumber daya umat/manusia.

ü  Peningkatan kualitas dan pengembangan amal usaha sebagai sarana dakwah

ü  Perluasan sasaran dakwah.[4]

Dengan mempertimbangkan keempat gagasan dasar inilah maka pada rangkaian muktamar ke-43 ini dibahas beberapa makalah prasaran yang relevan, diantaranya adalah: Pertama, masalah dunia dan masalah domestik, yang ditulis oleh M.Amien Rasis dan yahya Muhaimin. Dalam makalah ini muhaimin dan rais menekankan pentingnya membangun kesadaran umat islam terhadap ancaman liberalisasi ekonomi dan politik yang dihadapi bangsa indonsia. Makalah kedua, berjudul peran dan antisipasi muhammadiyah menyongsong abad ke 21, diususun ahmad syafii maarif, muhammadi, dan muhadjir effendi. Dalam makalah ini ketiga penulis membahas bagaimana realitas kekinian muhammadiyah dan peran-peran yang harus dimainkannya dalam perjuangan dalam mencerdaskan dan memantapkan jati-diri sebagai bangsa indonesia yang beradab dan bermoral tinggi.[5]

Pada makalah selanjutnya berjudul religiolitas kebudayaan: sumbangan muhammadaiyah dalam pembangunan bangsa” yang ditulis M.Amin abdullah berusaha untuk mengupas tuntas tentang apa itu sesungguhnya Metodologi pembaruan pemikiran islam ala muhammadiyah. Salah satu istilah yang dimunculkan amin abdullah sebagai bagian dari metodologi pemkiran islam yang dapat menjadi ciri khas muhammadiyah adalah religious kebudayaan. Menurutnya, religious kebudayaan adalah kesadaran atas perlunya keselamatan sosial-kebangsaan dan bukan semata-mata keselamatan individual-regional. Pada makalah terakhir, berjudul pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia menjelang abad XII A. Watik praktiknya mengemukakan lembaga pendidikan dilingkungan muhammadiyah untuk mengembangkan sumber daya manusia melalui setidaknya lima kompetensi yaitu potensi akademik, kompetensi profesional, kompetensi menghadapi perubahan, kompetensi imtaq.[6]

ü  Adapun Pendidikan Muhammadiyah

Lembaran sejarah pendidikan di Indonesia mencatat seorng tokoh yang berjasa di bidang pendidikan. Tokoh ini dalah K.H.A. Dahlan (1868-1923), yng pada tahun 1912 mendirikan perkumpulan Muhammadiyah. Pada awalnya, Dahlan dengan organisasi Muhammadiiyhnya yang mengdopsi sistem pendidikan barat (belanda) dianggap sebagai tokoh kontroversial karena jaln pikirannya menentang arus, tidak sejalan dengan sistem pendidikan Islam tradisional. Namun sebenarnya disitulah letak gagasan “pembaharuan” Dahlan dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia, ia mengambil alih sistem pengajaran Barat dengan ilmu pengetahuan “umum”-nya dan sekaligus mengajarkan ilmu-ilmu keislaman.

Kiprah Muhammadiyah di bidang pendidikan menyiratkan gerak aktivis yang beragam dan berskala luas, yaitu sejak dari pendidikan taman kanak-kanak hingga ke perguruan tinggi. Sejak berdirinya sampai tahun 1989, muhammadiyah telah membangun dan memiliki 3.485 TK/Bustanul Atfal, 3.027 SD/Ibtidaiyah, 4.375 SLTP, 5.084 SLTA dan 65 perguruan tinggi (pelita, 15/12/1989). Dari data ini dapatlah dibayangkan betapa besar peran Muhammadiyah sebagai penyerap tenaga kerja (karyawan, guru, dan dosen) dalam bidang kependidikan, sekaligus penampung murid, pelajar dan mahasiswa yang besar jumlahnya, yang tidak tertampung disekolah dan PT negeri.

Dilihat dari satu sisi, Muhammadiyah telah ikut menyumbangkan darma baktinya yang berharga kepada perkembangan pendidikan nasional. Peranan ini sangat penting dan strategis, mengingat terbatasnya daya tampung sekolah dan perguruan tinggi negeri. Di sisi lain, lewat institusi-institusi pendidikannya, Muhammadiyah ikut pula memainkan peran aktifnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan UUD-45 sebagai hasilnya, dewasa ini banyak alumni sekolah-sekolah Muhammadiyah menduduki posisi penting dalam bidang pemerintahan, perguruan tinggi dan sosial kemasyarakatan. Pendidikan Republik Indonesia sekarang Soeharto, pernah mengenyam pendidikan menengahnya di sekolah Muhammadiyah.

ü  Peningkatan Kualitas

Sebagai organisasi modernis Islam, Muhammadiyah memiliki manajemen pendidikan cukup rapi. Manajemen yang baik ini bisa terlaksana karena organisasi tersebut mempunyai tenaga-tenaga profesional yang cakap dan bertanggungjawab. Sekedar menunjukkan contoh, hal ini dapat dilihat dari sistem penyelenggaraan pendidikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang dikoordinasi berdasarkan manajemen modern.

Tuntutan-tuntutan terhadap pengembangan dan peningkatan intelektualitas sebagai ciri penting kehidupan akademis selalu menantang perguruan-perguruan tinggi Muhammadiyah. Benar bahwa selama ini Muhammadiyah telah cukup banyak memiliki kaum intelektual, tetapi tuntutan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas ini diharapkan tidak berhenti. Dibalik semua itu, ada satu hal yang patut mendapat perhatian Muhammadiyah dengan segera.

Dewasa ini, dalam tubuh Muhammadiyah dirasakan semakin berkurangnya ulama, orang yang memiliki otoritas dibidang hukum Islam. Keperluan akan pembibitan dan penambahan ulama dalam organisasi Muhammadiyah semakin mendesak di tengah-tengah banyaknya ulama seperti Hamka, K.H. AR Fachruddin, K.H. Djarnawi Hadi Kusumo, K.H. A. Azhar Basyir meninggal dunia. Sudah saatnya Muhammadiyah melakukan kaderisasi ulama yang akan menangani masalah-masalah hukum agama yang timbul sebagai konsekuensi logis dari laju perkembangan masyarakat industri dan informasi.[7]



[1] Dr.H.Fatah Syukur NC,M.Ag. Sejarah Pendidikan Islam . (Semarang:Pustaka Rizki Putra). 2015. Hal 189

[2] Dr.H.Fatah Syukur NC,M.Ag. Sejarah Pendidikan Islam...hal 191

[3] Syarif Hidayatullah, M.Ag., MA. Muhammadiyah & Realitas Agama Di Indonesia, Yogjakarta, pustaka belajar, 2010, hal. 89-91

 [4] Syarif Hidayatullah, M.Ag., MA. Muhammadiyah & Realitas ...hal  92

[5] Syarif Hidayatullah, M.Ag., MA. Muhammadiyah & Realitas.. hal 93.

 [6] Syarif Hidayatullah, M.Ag., MA. Muhammadiyah & Realitas ...hal 112-113

[7] Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 2006), hal. 36-39


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Soal Menghitung Zakat Fitrah

Contoh Teks MC Pelantikan Pengurus

Materi PAI Kelas 6 Bab 4 Ayo Membayar Zakat ppt