Pengertian dan Klasifikasi Media Pendidikan Menurut Riwayat Hadits

 

A.        Pengertian Media Pendidikan

Secara definitif, media pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dari si pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.[1]

Sedangkan secara etimologi, Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar.[2] Dalam bahasa Arab, media adalah perantara (وسيلة/ وسا ئل), pengantar pesan atau pengirim kepada penerima pesan. Gerlach dan Ely menyatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Dengan demikian media pendidikan dan pengajaran itu terdiri atas manusia dan bukan manusia.[3]

            Dalam proses pendidikan dan pengajaran, Rasulullah SAW juga menggunakan kedua media ini. Media manusia adalah pribadi beliau sendiri, media jari, lidah, tangan, dan hidung. Media bukan manusia mencakup langit, bumi, matahari, bulan, bangunan, dan lain-lain.

B.         Klasifikasi Media Pendidikan

Media pendidikan dan pengajaran dibagi menjadi dua, yaitu terdiri atas media manusia dan media bukan manusia.

1.      Media Manusia

            Dalam proses pembelajaran dengan para sahabat, Rasulullah SAW menjadikan pribadinya sebagai media. Melalui ucapan, sifat dan perilaku beliau, para sahabat dapat memahami ajaran Islam dan mampu pula mengamalkannya dengan baik. Dalam hal ini Rasulullah mengajukan pertanyaan kepada sahabat dan ketika diperlukan beliau menggunakan organ tubuhnya sebagai media. Berdasarkan beberapa Hadist yang dijelaskan Rasulullah SAW. Maka media-media manusia dalam pengajaran dapat dikemukakan sebagai berikut :

a.      Mengajukan pertanyaan

عَن أَبِي هُرَيْرَة أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَامَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّار

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tahukah kalian apa yang dimaksud dengan al-muflis(bankrut) ?” Sahabat menjawab, “Al-muflis dikalangan kami orang yang tidak memiliki uang dan harta benda.” Rasulullah bersabda: ” Sesungguhnya al-muflis dikalangan umatku adalah orang yang datang pada hari qiamat membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Selain itu, ia juga memfitnah, menuduh (berbuat maksiat), memakan harta orang lain (dengan cara tidak halal), menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Lalu masing-masing kesalahan itu ditebus dengan kebaikan (pahala)nya. Setelah kebaikan (pahala)nya habis sebelum kesalahannya terselesaikan, maka dosa orang dizaliminya itu dilemparkan kepadanya, kemudian ia dilemparkan kedalam neraka.” (HR. Muslim dan At-Tirmidzi)

Dalam Hadist tersebut terlihat bahwa Rasulullah SAW memfungsikan dirinya sebagai mediator, Beliau ajukan pertanyaan kepada para sahabatnya. Beliau dengarkan jawaban mereka, kemudian beliau menjelaskan inti masalah yng sedang dibicarakan sehingga tidak ada lagi tanda tanya dalam fikiran para sahabat, melalui beliau peserta didik mendapat informasi. Dengan demikian beliau adalah media pembelajaran.[4]

Hadist di atas menginformasikan bahwa media yang diterapkan Nabi agar ajaran Agamanya dapat diterima dengan mudah oleh umatnya, antara lain dapat dilihat dengan melalui media perbuatan Nabi sendiri, di mana beliau memberikan contoh langsung yang dikenal dengan istilah uswah hasanah (contoh teladan yang baik).

b.    Media Hidung

حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ قَالَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ وَلَا نَكْفِتَ الثِّيَابَ وَالشَّعَرَ

Telah menceritakan kepada kami Mu'alla bin Asad berkata, telah menceritakan kepada kami Wuhaib dari 'Abdullah bin Thawus dari Bapaknya dari Ibnu 'Abbas ra, ia berkata, "Nabi SAW bersabda: "Aku diperintahkan untuk melaksanakan sujud dengan tujuh tulang (anggota sujud); kening -beliau lantas memberi isyarat dengan tangannya menunjuk hidung- kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung jari dari kedua kaki dan tidak boleh menahan rambut atau pakaian (sehingga menghalangi anggota sujud)."   (HR. Bukhari)

Dalam Hadist ini, Rasulullah SAW menyebutkan anggota-anggota tubuh yang harus menyentuh lantai ketika bersujud dalam shalat. Anggota-anggota tubuh itu adalah kening, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan ujung jari kedua kaki. Ketika menyebutkan kening, beliau menunjuk hidung sebagai penekan bahwa hidung itu juga harus menyentuh lantai. Dalam hal ini beliau telah menggunakan media hidung dalam pembelajaran terhadap para sahabatnya.

c.       Media Lidah dan Jari

Dalam mendidik dan mengajar, anggota tubuh pendidik dapat menjadi media agar perhatian peserta didik terpusat dan dapat memahami pelajaran dengan mudah. Sehubungan dengan metode ini, terdapat Hadist antara lain:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ وَزِيرٍ الْوَاسِطِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ هُوَ الطَّنَافِسِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ الرَّاسِبِيُّ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ دَخَلْتُ أَنَا وَهُوَ الْجَنَّةَ كَهَاتَيْنِ وَأَشَارَ بِأُصْبُعَيْهِ 

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Wazir Al Wasithi, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaid Ath Thannafisi, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul Aziz Ar Rasibi dari Abu Bakr bin Ubaidullah bin Anas bin Malik dari Anas ia berkata; Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang memelihara dua orang anak wanita, maka aku dan ia akan masuk ke dalam surga seperti kedua (jari) ini." Beliau sambil memberi isyarat dengan kedua jari telunjuknya. (HR. At-Tirmidzi)

Hadist lidah sebagai media

حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَاعِزٍ عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ حَدِّثْنِي بِأَمْرٍ أَعْتَصِمُ بِهِ قَالَ قُلْ رَبِّيَ اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقِمْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَخْوَفُ مَا تَخَافُ عَلَيَّ فَأَخَذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ ثُمَّ قَالَ هَذَا 

Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Nashr telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Al Mubarak dari Ma'mar dari Az Zuhri dari Abdurrahman bin Ma'iz dari Sufyan bin Abdullah Ats Tsaqafi berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, ceritakan padaku suatu hal yang aku jadikan pedoman. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Katakan: Rabbku Allah kemudian beristiqamahlah." Aku bertanya: Wahai Rasulullah, apa yang paling anda takutkan padaku? Beliau memegang lidah beliau lalu menjawab: "Ini."  (HR. At-Tirmidzi) 

Ketika menjelaskan yang salah, Rasulullah SAW menggunakan media jari dan lidahnya ”dengan sebab ini” sambil menunjuk lidahnya. Dengan demikian, beliau telah menggunakan media jari dan lidah untuk menyampaikan pesan. Penggunaan media ini tentu sangat efektif untuk menjelaskan maksud pelajaran yang diberikan oleh beliau.[5]

d.      Media Tangan

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَمَيْتُ بَعْدَ مَا أَمْسَيْتُ فَقَالَ لَا حَرَجَ قَالَ حَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَنْحَرَ قَالَ لَا حَرَجَ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami 'Abdul A'laa telah menceritakan kepada kami Khalid dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas ra berkata: "Nabi SAW ditanya, kata orang itu: "Aku melempar jumrah setelah sore". Beliau bersabda: "Tidak dosa". Orang itu berkata, lagi: "Aku mencukur rambut sebelum menyembelih hewan qurban". Beliau bersabda: "Tidak dosa".  (HR. Bukhari )

      Hadist ini menginformasikan bahwa Nabi SAW ditanya tentang dua hal sehubungan dengan pelaksanaan ibadah haji, yaitu tentang menyembelih hewan sebelum melontar jumrah dan mencukur rambut sebelum menyembelih, kedua pertanyaan itu secara berurutan dijawab oleh Rasulullah SAW dengan menggunakan isyarat tangan yang berarti “tidak apa-apa atau tidak salah”. Di sini beliau menggunakan tangan sebagai media pembelajaran.[6]

2.      Media Bukan Manusia

a.      Media  Langit dan Bumi

            Langit dan Bumi merupakan dua komponen besar di alam ini. Keduanya dapat disaksikan oleh manusia. Oleh karena itu, keduanya dijadikan media pembelajaran oleh Rasulullah SAW. Rasulullsh SAW membangkitkan semangat jihad para sahabat dengan bangkit, berdiri dan mengajak mereka untuk ke surga. Untuk menggambarkan surga, beliau menggunakan langit dan bumi sebagai media. Apa yang beliau gambarkan ini sesuai dengan apa yang ditegaskan Allah swt dalam al-Qur’an surah Ali Imran: 133

۞وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ ١٣٣

Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.  (QS. Ali-imran :133)

b.      Media Matahari dan Bulan

 Matahari dan bulan adalah benda  langit yang dapat disaksikan oleh manusia dengan jelas karena keduanya memiliki cahaya yang terang. Rasulullah SAW menggunakan keduanya sebagai media pembelajaran.

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ قَالَ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ قَالَ حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ عِلَاقَةَ قَالَ سَمِعْتُ الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ يَقُولُ انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ النَّاسُ انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ

Telah menceritakan kepada kami Abu al-Walid berkata, telah menceritakan kepada kami Zaidah berkata, telah menceritakan kepada kami Ziyad bin 'Alaqah berkata, "Aku mendengar al-Mughirah bin Syu'bah berkata, "Telah terjadi gerhana matahari ketika wafatnya Ibrahim. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, dan ia tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka berdo'alah kepada Allah dan dirikan shalat hingga (matahari) kembali nampak.”  (HR. Bukhari)

Informasi yang terkandung dalam Hadist di atas adalah:

a. Telah terjadi gerhana matahari pada saat kematian Ibrahim, putra Rasulullah SAW.

b. Sahabat menduga bahwa gerhana itu terjadi karena kematian Ibrahim.

c. Rasulullah SAW menegaskan bahwa gerhana matahari dan bulan merupakan tanda-tanda kebesaran Allah.

d. Peristiwa gerhana itu tidak ada hubungannya dengan kematian atau kelahiran seseorang.

            Ibnu Hajar menjelaskan bahwa Rasulullah SAW menegaskan bahwa peristiwa gerhana matahari dan bulan itu merupakan tanda-tanda kebesaran Allah. Tepat pada waktu terjadinya peristiwa gerhana matahari, beliau menjadikannya sebagai media untuk menanamkan keimanan kepada para sahabat sekaligus membersihkan akidah mereka dari unsur-unsur khurafat.

c.       Sutra dan Emas

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ أَبِي أَفْلَحَ الْهَمْدَانِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زُرَيْرٍ يَعْنِي الْغَافِقِيَّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ إِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ حَرِيرًا فَجَعَلَهُ فِي يَمِينِهِ وَأَخَذَ ذَهَبًا فَجَعَلَهُ فِي شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id berkata, telah menceritakan kepada kami al-Laits dari Yazid bin Abu Habib dari Abu Aflah Al Hamdani dari Abdullah bin Zurair -yaitu al-Aghafiqi- Bahwasanya ia mendengar Ali bin Abu Thalib ra, "Rasulullah pernah mangambil sutera lalu meletakkannya pada sisi kanannya, dan mengambil emas lalu meletakkannya pada sisi kirinya. Kemudian beliau bersabda: "Sesugguhnya dua barang ini haram bagi umatku yang laki-laki." (HR. Abu Dawud)

Dalam Hadist ini Rasulullah SAW menyebutkan dengan tegas bahwa sutra dan emas itu bukan pakaian kaum laki-laki, beliau memegang kedua benda itu, masing-masing benda di tangan kiri dan kanan, lalu menegaskan kedua barang ini diharamkan bagi umatnya yang laki-laki. Itu berarti bahwa Rasulullah SAW telah menggunakan media barang sebenarnya untuk mempermudah para sahabat memahaminya.[7]



[1] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogjakarta : PT. LkiS Pelangi Aksara, 2016), hal. 70

[2] Arief S. Sadiman dkk, Media Pendidikan, (Jakarta : Raja Wali  Pers, 1993), hal. 6.

[3] Bukhari Umar, Hadits Tarbawi, ( Jakarta : Amzah, 2012), hal. 150  

[4] Bukhari Umar, Hadits Tarbawi..., hal. 180.

[5] Bukhari Umar, Hadits Tarbawi..., hal. 181.

[6] Bukhari Umar, Hadits Tarbawi..., hal. 181.

[7] Bukhari Umar, Hadits Tarbawi..., hal. 182-183.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Soal Menghitung Zakat Fitrah

Contoh Teks MC Pelantikan Pengurus

Materi PAI Kelas 6 Bab 4 Ayo Membayar Zakat ppt