Makalah Pendidikan Kewirausahaan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Setiap manusia diwajibkan untuk melakukan usaha dan berperilaku baik. Usaha
yang dilakukan haruslah sungguh-sungguh dengan niat ikhlas. Tidak boleh
setengah-setengah karena hasilnya tidak akan maksimal. Agar bisa bertahan
hidup, seseorang harus memiliki uang untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
Seseorang dapat memperoleh uang dengan bekerja.
Dalam Islam setiap orang juga diwajibkan untuk bekerja dan berusaha guna
memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan tersebut dapat berupa apa saja asalkan
tidak melanggar nilai-nilai Islam. Dan
pekerjaan yang paling baik adalah dari hasil keringatnya sendiri atau usaha sendiri.
Contohnya wirausaha.
Agar tercipta generasi yang mandiri dan memiliki etos kerja yang
tinggi, maka perlu adanya pendidikan kewirausahaan di lembaga pendidikan. Dengan begitu,
pendidik dapat menanamkan sifat kerja keras dan mandiri kepada peserta didik
sehingga nantinya mereka dapat membuat usaha sendiri dan bekerja keras mensejahterakan
hidupnya dan tidak menggantungkan diri pada orang lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendidikan kewirausahaan?
2. Apa saja karakteristik wirausaha?
3. Apa saja dalil tentang kewirausahaan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan
kewirausahaan.
2. Untuk mengetahui karakteristik wirausaha.
3. Untuk mengetahui dalil tentang kewirausahaan.
BAB I
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Kewirausahaan
1. Pengertian pendidikan
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara. Dengan demikian
pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan peserta
didik untuk memimpin perkembangan potensi jasmani dan rohaninya
kearah kesempurnaan.[1]
2. Pengertian kewirausahaan
Kewirausahaan adalah disiplin ilmu yang mempelajari
tentang nilai, kemampuan, dari perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup
untuk memperoleh
peluang dengan berbagai resiko yang mungkin dihadapinya. Unsur-unsur kewirausahaan meliputi motivasi, visi, komunikasi,
optimisme, dorongan semangat dan kemampuan memanfaatkan peluang.[2]
3. Pengertian pendidikan kewirausahaan
Pendidikan
kewirausahaan merupakan
usaha sadar yang dilakukan oleh lembaga pendidikan untuk menanamkan
pengetahuan, nilai-nilai, jiwa, dan sikap kewirausahaan kepada peserta didik.
Hal ini bertujuan agar mampu menciptakan wirausaha-wirausaha baru yang handal,
berkarakter dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.[3]
B.
Karakteristik Wirausaha
Berwirausaha mempunyai
beberapa karakteristik yang menonjol, di antaranya adalah:
1. Proaktif, suka mencari informasi yang ada hubungannya dengan dunia yang
digelutinya, agar mereka tidak ketinggalan informasi sehingga segala sesuatunya
dapat disikapi dengan bijak dan tepat.
2. Produktif, mementingkan pengeluaran yang bersifat produktif daripada
yang bersifat konsumtif merupakan kunci untuk sukses. Memperhitungkan dengan
teliti, dan cermat dalam memutuskan pengeluaran uang untuk hal-hal yang
produktif bisa menekan kecenderungan pada hal-hal yang bersifat kemewahan, dan
gengsi yang tidak menghasilkan keuntungan.
3. Pemberdaya, memahami manajemen, menangani pekerjaan dengan membagi habis
tugas dan memberdayakan orang lain dalam pembinaannya untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Dengan demikian di satu sisi tujuan bisnisnya tercapai, dan di
sisi lain orang yang bekerja padanya juga di berdayakan sehingga mendapat
pengalaman, yang pada gilirannya nanti dapat berdiri sendiri berkat
pemberdayaan yang dilakukan oleh pemimpinnya.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW. “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya”.
4. Tangan di atas, setiap rezeki yang diterima harus ada sebagian yang
dibagikan kepada orang-orang yang kurang beruntung yang diberikan secara
ikhlas. Bagi para wirausaha tangan di atas (suka memberi) ini merupakan hal
penting dalam hidupnya karena setiap pemberian yang ikhlas menambah kualitas
dan kuantitas rezekinya dan hidupnya penuh berkah. Itulah yang dianjurkan oleh
Rasulullah SAW. dalam salah satu hadisnya “Tangan di atas lebih mulia dari
tangan yang di bawah”.
5. Rendah hati, sejatinya menyadari keberhasilan yang dicapainya bukan
sepenuhnya karena kehebatannya, tetapi ia sadar betul di samping upayanya yang
sungguh-sungguh ia juga tidak terlepas dari pertolongan Allah, dan harus
diyakini betul bagi para wirausaha muslim, sehingga akan selalu bersyukur dan tawadhu
(rendah hati).
6. Kreatif, mampu menangkap dan menciptakan peluang-peluang bisnis yang
bisa dikembangkan, sehingga ia tidak pernah khawatir kehabisan lahan bisnisnya.
7. Inovatif, sifat inovatif selalu mendorong kembali kegairahan untuk
meraih kemajuan dalam berbisnis. Mampu melakukan pembaruan-pembaruan dalam
menangani bisnis yang digelutinya, sehingga bisnis yang dilakukannya tidak
pernah usang dan selalu dapat mengikuti perkembangan zaman.[4]
C.
Dalil tentang Kewirausahaan
1. Ayat Al-Qur’an tentang Kewirausahaan
QS. Al-Qashas ayat 73
Pergantian antara malam dan siang sebagai petunjuk penggunaan waktu tersebut. Allah menjadikan malam gelap supaya waktu itu digunakan sebagai waktu istirahat, “litaskunu fihi.” istirahat di malam hari digunakan sebagai media perantara untuk menyiapkan fisik menghadapi kerja di siang harinya. Sebaliknya, menjadikan siang terang supaya pada waktu itu dapat mengerjakan berbagai urusan penghidupan untuk menjemput rezeki, “walitabtaghu min fadhlillah.” Pembagian waktu tersebut sebagai tanda kekuasaan Allah supaya orang-orang bersyukur, “wala’allakum tasykuruna.” Rasa syukur yang mesti terwujud dalam setiap pemanfaatan waktu itu karena Allah telah mempermudah jalannya kehidupan dengan penciptaan malam dan siang.[5]
QS. Al-Jumu’ah ayat 9-10
9. Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat
Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
10. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung.
Kandungan:
Selain berisi
perintah untuk melaksanakan shalat Jum’at, QS al-Jumu’ah: 9-10 juga
memerintahkan setiap umat Islam untuk berusaha atau bekerja mencari rezeki
sebagai karunia Allah SWT. Ayat ini memerintahkan manusia untuk melakukan
keseimbangan antara kehidupan di dunia dan persiapan untuk kehidupan di akhirat
kelak. Caranya, selain selalu melaksanakan ibadah ritual, juga giat berusaha
dan memenuhi kebutuhan hidup.[6]
2. Hadis tentang
Kewirausahaan
عَنْ
عَبْدِاللهِ بْنِ عُمَرَ ؛ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ، وَهُوَ
عَلَى الْمِنْبَرِ، وَهُوَ يَذْكُرُ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ عَنِ
الْمَسْأَلَةِ : اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى. وَالْيَدُ
الْعُلْيَا اَلْمُنْفِقَةُ. وَالسُّفْلَى اَلسَّائِلَةُ
Artinya: “Hadits riwayat Abdullah bin Umar Radhiyallahu’anhu: Bahwa
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam ketika berada di atas mimbar, beliau
menuturkan tentang sedekah dan menjaga diri dari meminta. Beliau bersabda:
Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Tangan yang di atas
adalah yang memberi dan yang di bawah adalah yang meminta”.
Penjelasan:
Islam adalah agama yang
mulia yang menghargai potensi seseorang. Oleh sebab itu, Islam melarang
seseorang yang mampu berusaha, memiliki kekuatan untuk berusaha, tetapi tidak
mau berusaha dan menggantungkan hidupnya kepada orang lain, seperti
meminta-minta. Dalam hadis tersebut terdapat anjuran untuk selalu berusaha dan
dapat memberi kepada orang lain, jangan selalu meminta-minta karena orang yang
dapat memberi lebih mulia derajatnya dan orang yang selalu
meminta-minta lebih rendah (hina) derajatnya. Hal tersebut menjadi pelajaran
bagi umat Islam agar gemar bersedekah karena bersedekah itu mulia di sisi Allah
dan dalam pandangan masyarakat.[7]
لِاَنْ يَطُبَ اَحَدُكُمْ جَزْمَةً عَلىَ ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ اَنْ
يَسْأَلَ اَحَدٌ فَيُعْطِهِ اَوْ يَمْنَعُهُ ( اَخْرَجَهُ اْلبُخَاِرىْ مِنْ
كِتَابِ اْلبُيُوْعِ(
“sesungguhnya bahwa seseorang di antara kamu yang bekerja mencari kayu
bakar, diikatkan di punggungnya kayu itu (guna memikulnya) adalah lebih baik
daripada dia meminta-minta yang kemungkinan diberi atau tidak diberi.” (Hadis
ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab al-Buyu’).
Makna hadits tersebut adalah bahwasanya
Rasulullah SAW menganjurkan untuk kerja dan berusaha serta makan dari hasil
keringatnya sendiri, bekerja dan berusaha dalam Islam adalah wajib, maka setiap
muslim dituntut bekerja dan berusaha dalam memakmurkan hidup ini.
Contoh yang
digambarkan hadis tersebut adalah pekerjaan yang hasilnya memang tidak banyak dan besar, namun pekerjaan ini menggambarkan usaha
seseorang yang
dengan kemampuannya bekerja dengan potensi yang ada dan kekuatan yang ada. Oleh
karena itu pekerjaan tersebut dipandang lebih mulia dibandingkan meminta-minta
atau orang yang menggantungkan dirinya kepada pemberian orang lain.
Dalam mencari rizki harus mengenal
ketekunan dan keuletan. Rasulullah memerintah mereka bekerja dengan kemampuan
kerja dan memberinya dorongan agar tidak merasa lemah dan mengharapkan belas
kasihan orang lain.[8]
أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ عَمَلُ
الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
“Wahai Rasulullah, mata pencaharian (kasb) apakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi).” (HR. Ahmad 4: 141, hasan lighoirihi)
Penjelasan :
Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa amal usaha yang
paling baik adalah seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap
jual beli yang baik. Agar mencapai
hasil yang terbaik dalam melakukan usaha dibutuhkan sebuah keterampilan dan
pikiran-pikiran yang kreatif dan inovatif. Jadi dalam melakukan usaha disamping
harus mempunyai etos bekerja yang tinggi, seorang muslim harus mempunyai jiwa
wirausaha agar usahanya dapat berkembang dengan baik, dan tidak mengalami
kerugian karena pada hakikatnya kewirausahan adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup seseorang dengan mewujudkan gagasan inovasi dan kreatif. Bekerja juga
termasuk sunnah para nabi. Contohnya Nabi Daud membuat baju besi sendiri dan
menjualnya, Nabi Zakaria adalah tukang kayu, dan Nabi Muhammad SAW adalah
penggembala kambing dan seorang pedagang yang menjualkan barang milik saudagar
Khadijah yang kelak menjadi istri beliau.[9]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pendidikan kewirausahaan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh
lembaga pendidikan untuk menanamkan pengetahuan, nilai-nilai, jiwa, dan sikap
kewirausahaan kepada peserta didik agar mampu menciptakan wirausaha-wirausaha
baru yang handal, berkarakter dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Karakteristik wirausaha ada beberapa diantaranya yaitu Berwirausaha
mempunyai beberapa karakteristik yang menonjol, di antaranya adalah: proaktif, produktif, pemberdaya, tangan di atas, rendah hati, kreatif, inovatif.
Ada beberapa dalil yang menganjurkan unuk berwirausaha yaitu QS. Al-Qashas: 36, Al-Jumu’ah: 9-10 dan lainnya serta beberapa hadis yang memerintahkan kita untuk berusaha dengan keras dan berwirausaha.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah,
Ma’ruf. 2011. Wirausaha Berbasis Syari’ah. Banjarmasin: Antasari Press.
Diana, Ilfi
Nur. 2008. Hadis-Hadis Ekonomi. Malang: UIN-Malang Press.
Ilmy, Bachrul.
2004 Pendidikan Agama Islam untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta:
Grafindo Media Pratama.
Suryani.
2012. Hadis Tarbawi: Analisis Pedagogis Hadis-Hadis Nabi. Yogyakarta:
Teras.
Suwiknyo,
Dwi. 2010. Kompilasi Tafsir: Ayat-Ayat Ekonomi Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ni’mah,
R. 2014. “Konsep Dasar Pendidikan Kewirausahaan dan Etika Bisnis Islam” dalam http://www.digilib.uinsby.ac.id diakses pada 27 Maret 2018.
Wahyono,
Budi. 2014. “Pengertian Pendidikan Kewirausahaan” dalam http://www.pendidikanekonomi.com/2014/07/pengertian-pendidikan-kewirausahaan.html?m=1 diakses pada 27 Maret 2018.
[1] R Ni’mah, 2014,
“Konsep Dasar Pendidikan Kewirausahaan dan Etika Bisnis Islam” dalam http://www.digilib.uinsby.ac.id diakses pada
27 Maret 2018.
[2] Ilfi Nur Diana,
Hadis-Hadis Ekonomi, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 210-211.
[3] Budi Wahyono,
2014, “Pengertian Pendidikan Kewirausahaan” dalam http://www.pendidikanekonomi.com/2014/07/pengertian-pendidikan-kewirausahaan.html?m=1 diakses pada
27 Maret 2018.
[4] Ma’ruf
Abdullah, Wirausaha Berbasis Syari’ah, (Banjarmasin: Antasari Press,
2011), hlm. 3-8.
[5] Dwi Suwiknyo, Kompilasi
Tafsir: Ayat-Ayat Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.
79-80.
[6] Bachrul Ilmy, Pendidikan
Agama Islam untuk Sekolah Menengah Kejuruan (Jakarta: Grafindo Media
Pratama, 2004), hlm. 17-18
[7] Suryani,
Hadis Tarbawi: Analisis Pedagogis Hadis-Hadis Nabi (Yogyakarta: Teras,
2012), hlm. 72-73.
[8] Suryani,
Hadis Tarbawi:..., hlm. 74-75.
Komentar
Posting Komentar