Rukun Iman



A.  Pengertian Iman 

Menurut Ibn Taimiyah, kata iman yang digunakan secara mutlak baik dalam Al-Qur’an maupun sunnah punya makna yang sama dengan kata birr, taqwa dan din. Nabi SAW. sendiri menjelaskan iman dengan cara ini dalam hadisnya: “Iman meliputi tujuh puluh cabang, yang paling tertinggi adalah pengakuan terhadap Keesaan Tuhan, dan yang paling rendah menyingkirkan sesuatu yang dapat membahayakan orang lain dari jalan. Rasulullah pernah juga memberikan makna tentang iman yakni: percaya kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya, kepada hari akhir, dan percaya kepada qadha dan qadar/aturan yang baik dan yang buruk.” (H.R. Muslim)[1]

B.  Rukun Iman

     1.    Iman Kepada Allah

Iman kepada Allah SWT maksudnya percaya sepenuh hati bahwa Allah adalah Maha Pencipta dan Pemelihara seluruh alam, yang di dalamnya ada manusia, bumi serta isinya, lautan dengan segala macam isinya pula. Di dalam bumi, ditemukan hutan yang luas dengan segala macam pepohonan, di lautan ditemukan segala macam ikan, pasir, dan berjenis-jenis bebatuan yng indah. Semua itu ciptaan Allah yang harus dijaga dan dilindungi.[2]
Iman kepada Allah SWT adalah yang paling pokok dan mendasari seluruh ajaran islam, dan ia harus diyakini dengan ilmu yang pasti seperti ilmu yang terdapat dalam kalimat syahadat “laa ilaaha illallaah”. Ialah yang menjadi awal, inti dan akhir dari seluruh seruan islam sebagaimana wasiat Rasulullah SAW kepada sahabat Mu’adz ketika beliau mengutus sahabat tersebut ke negeri Yaman: “sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka hendaklah engkau mengawali dakwahmu kepada mereka ”penyaksian bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah.” Kemudian jika mereka telah taat kepadamu, maka ajarkan lagi kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atasnya shalat lima waktu.”
Qur’an sebagai sumber pokok ajaran Islam telah memberikan pedoman kepada kita dalam mengenal Allah SWT. Demikian pula dikemukakannya bukti yang pasti tentang kekuasaanNya bersama seluruh sifat keagunganNya bahwa Allah SWT adalah Zat Yang Maha Suci, suci dari pada sifat yang serupa dengan alam. Ia tak dapat diserupakan dalam bentuk apapun juga. [3]
Metode Pembuktian Wujud Allah
Untuk membuktikan wujud Allah, Qur’an menunjukkan suatu metode yaitu dengan menyelidiki kepada kejadian manusia dan alam semesta. Alam ini adalah bukti-bukti kebenaran dan wujud Allah SWT. Filosuf Ibnu Rusyd (1126-1198) berkata: “Untuk membuktikan wujud Allah itu ada dua cara, yang pertama dinamakan dalil al-‘inayah (the proof of the providence) dan kedua dinamakan dalil al-ikhtira (the proof of creation).”
Kesimpulan dari dalil pertama ialah bahwa sesungguhnya tentang kesempurnaan struktur susunan alam semesta ini menunjukkan adanya suatu tujuan tertentu pada alam. Dan tidaklah mungkin bahwa alam semesta yang kita lihat itu, sempurna stuktur kejadiannya adalah suatu barang yang wujudnya kebetulan, tapi pasti telah ditentukan tujuannya, bahwa ia adalah natijah daripada hikmah ketuhanan yang sangat dalam. Dan mengenai dalil kedua, berkesimpulan bahwa semua yang ada (maujud) yang kita lihat ini adalah makhluk (dijadikan), utamanya pada makhluk-makhluk hidup, dimana manusia sangat lemah untuk dapat menciptakan walaupun seekor binatang kecil.[4]

      2.   Iman Kepada Malaikat

Secara etimologis kata malaikat adalah bentuk jamak dari malak, berasal dari mashdar al-alukah artinya ar-risalah (missi atau pesan). Yang memberi misi atau pesan disebut ar-rasul (utusan). Dalam beberapa ayat Al-Qur’an malaikat juga disebut dengan rusul (utusan-utusan), misalnya dalam surat Hud ayat 69. Bentuk jamak lain dari malak adalah mala-ik. Dalam bahasa Indonesia kata malaikat dipakai untuk bentuk tunggal. Bentuk jamaknya menjadi para malaikat atau malaikat-malaikat. Secara terminologis malaikat adalah makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya dengan wujud dan sifat-sifat tertentu.[5]
Nama Dan Tugas Malaikat
Jumlah malaikat sangat banyak, tidak bisa diperkirakan. Sesama mereka juga ada perbedaan dan tingkatan-tingkatan, baik dalam kejadian maupun dalam tugas, pangkat dan kedudukan. Dalam surat Fathir ayat 1 disebutkan bahwa ada malaikat yang bersayap dua, tiga, empat:
Segala puji bagi Allah pencipta langit dan bumi. Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan yang mempunyai sayap dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Fathir 35:1)
Perbedaan jumlah sayap tersebut bisa saja berarti perbedaan kedudukan, pangkat atau perbedaan kemampuan dan kecepatan dalam menjalankan tugas. Sedangkan bagaimana bentuk sayap malaikat tersebut tentu sajakita tidak bisa mengetahuinya dan memang tidak perlu berusaha untuk menyelidikinya karena seperti sudah dijelaskan sebelumnya malaikat adalah makhluk ghaib yang hakekatnya hanyalah Allah SWT yang mengetahuinya.
Sebagian dari malaikat disebut nama-nama mereka dan sebagian lagi hanya dijelaskan tugas-tugasnya saja. Ada malaikat yang bertugas di alam ruh seperti memikul ‘Arasy, bertasbih kepada Allah SWT, memberi salam kepada ahli sorga dan menyiksa ahli neraka.dan ada yang bertugas di alam dunia, berhubungan dengan manusia seperti mencatat amal perbuatan manusia, mencabut nyawa, menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman-tanaman dan lain-lain.[6]

      3.      Iman Kepada Kitab-Kitab Allah

Sebagai kelanjutan iman kepada malaikat dan rasul-rasul, sebagai penghubung risalat Ketuhanan kepada manusia ialah iman kepada isi risalat yang dibawa oleh malaikat kepada rasul-rasul, untuk disampaikan kepada umum manusia. Risalat-risalat itu ialah kitab-kitab suci yang turun dari langit, mengandung ajaran Allah dibidang aqidah, ibadah, dan pokok-pokok halal dan haram. Karena itu islam menuntut supaya manusia iman kepada seluruh kitab suci, baik yang turun kepada Nabi Muhammad atau kepada rekan-rekanNya dahulu. Iman kepada Ibrahim beserta mushafnya, iman kepada Musa bersama Tauratnya, iman kepada Isa bersama Injilnya, iman kepada Muhammad beserta Qur’an dan kepada seluruh kitab-kitab suci yang diturunkan kepada rasul-rasul yang dipilih Tuhan, adalah unsur utama dari sekian unsur islam. Tidak ada keimanan tanpa percaya kepada kitab-kitab suci.
Karena Muhammad Nabi terakhir dan penghabisan Rasul, maka Qur’an adalah kitab suci yang terakhir pula. Qur’an sebagaimana diketahui, terutama oleh mereka yang mempelajari dan memperhatikannya lebih dalam, banyak merupakan tuntutan terhadap pokok-pokok aqidah dan keutamaan budi. Dalam urusan mu’amalah (sipil) Qur’an hanya bertindak didalam bidang petunjuk untuk menjamin perimbangan dalam pergaulan manusia untuk memelihara supaya kemerdekaan berbuat dapat terlaksana dalam hidup dan penghidupan manusia, berdasarkan keadilan serta memelihara berbagai kepentingan, untuk menjamin keselamatan hidup dan kelanjutannya.[7]
Qur’an dan Kitab-kitab yang lain
Qur’an sebagai Kitab Allah yang terakhir mempunyai perbedaan dengan kitab-kitab lain, sebagai berikut:
a. Kitab-kitab suci yang ada dalam kalangan berbagai bangsa itu hanya ditunjukkan kepada suatu golongan manusia tertentu. Ajaran-ajarannya terutama perundang-undangannya dimaksudkan untuk dijalankan pada waktu tertentu pula, sesuai dengan kondisi dan tempatnya. Kini tidak dibutuhkan lagi dan tidak pula dapat dijalankan. Berbeda dengan Qur’an semua ajaran dan perundang-undangannya dapat diamalkan pada tiap-tiap tempat dibumi ini dan dalam segala zaman. Ajaran Qur’an universil untuk seluruh manusia sampai ke akhir zaman.
b. Teks asli dari kitab yang telah lalu itu telah hilang sama sekali, yang ada hanya salinannya saja pada hari ini. Dalam pada itu Qur’an sekarang masih seperti yang pernah diturunkan kepada Muhammad pada 14 abad yang lalu. Sedikitpun tidak pernah berubah, hanya satu huruf sekalipun.
c. Kitab-kitab suci yang telah lalu dikirim dalam bahasa yang telah mati sejak beberapa abad yang silam. Tidak ada suatu bangsa diatas bumi ini yang bercakap dengan bahasa-bahasa itu dalam masa kita, hanya sedikit sekali orang yang mengerti. Sebaliknya Qur’an diturunkan dalam bahasa yang hidup. Hari ini berjuta-juta manusia berbicara dengan bahasa Qur’an, ia tetap menjadi standar bahasa arab modern. Bahasa Qur’an adalah bahasa kelima dari bahasa PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).
d. Kitab-kitab itu telah bercambuk-aduk antara wahyu-wahyu Tuhan dengan perkataan-perkataan manusia. Akan tetapi Qur’an dibuktikan oleh sejarah, bahwa ia tetap orsinil sebagai wahyu Allah, kemurniannya terjamin terus.
e. Sejarah turunnya ayat-ayat dan kalimat-kalimat kitab-kitab itu serta sejarah penulisannya telah kabur. “Ia sama sekali tidak mengandung dasar-dasar sejarah walaupun pada surat-surat yang paling pendek, dimana dasar-dasar itu sangat fundamental bagi kitab Samawi atau bagi ajaran-ajaran seorang Nabi.”[8]

      4.      Iman Kepada Nabi Dan Rasul

Secara etimologis Nabi berasal dari kkata na-ba artinya ditinggikan, atau dari kata na-ba-a artinya berita. Dalam hal ini seorang Nabi adalah seseorang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT dengan memberinya berita (wahyu). Sedangkan Rasul berasal dari kata ar-sa-la artinya mengutus. Setelah dibentuk menjadi Rasul berarti diutus. Dalam hal ini seorang Rasul adalah seorang yang diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan misi, pesan (ar-risalah).
Secara terminologis Nabi dan Rasul adalah manusia biasa, laki-laki, yang dipilih oleh Allah SWT untuk menerima wahyu. Apabila tidak diiringi dengan kewajiban menyampaikannya atau membawa satu misi tertentu, maka dia disebut Nabi (saja). Namun bila diikuti dengan kewajiban menyampaikan atau membawa misi (ar-risalah) tertentu maka dia disebut (juga) dengan Rasul. Jadi setiap Rasul juga Nabi, tetapi tidak setiap Nabi menjadi Rasul.[9]
Para Rasul pada hakekatnya adalah rahmat illahi yang dianugerahkan kepada manusia. Maka sepanjang sejarah manusia dan dari segala bangsa, Tuhan telah pernah mengutus Rasul untuk memimpin manusia ke jalan yang benar. Qur’an menegaskan: “Tidak ada satu ummat pun di bumi iin melainkan telah ada orang-orang yang memberi peringatan-peringatan kepada mereka.”
Dari satu generasi ke generasi selanjunya. Tuhan mengirim Rasul-rasul hingga yang terakhir Muhammad SAW. Para Rasul itu saling membenarkan satu sama dengan yang lain, saling hormat menghormati atas dasar kesamaan risalah. Maka kita tidak boleh mengingkari seseorang pun dari Rasul-rasul itu. Pengengkaran kepada seorang Rasul, sama dengan pengengkaran kepada mereka seluruhnya.
Nabi Muhammad SAW telah menggambarkan para Rasul: “Mereka adalah laksana Pembina-pembina rumah, yang mana orang-orang di belakang mereka dan orang-orang yang dibelakang ini nantinya membangun pula rumah di atas fondamen orang yang terdahulu itu.”[10]
Cara Mengimani Nabi Dan Rasul
Beriman kepada Nabi dan Rasul termasuk ushul (pokok) iman. Oleh karena itu, kita harus mengetahui bagaimana beriman kepada Nabi dan Rasul dengan pemahaman yang benar. Keimanan pada Rasul, paling tidak mengandung empat unsur di dalamnya:
a.  Mengimani bahwa Allah benar-benar mengutus para Nabi dan Rasul. Orang-orang yang mengingkari walaupun satu Rasul sama saja mengingkari seluruh Rasul.
b. Mengimani nama-nama Nabi dan Rasul yang kita ketahui dan mengimani secara global nama-nama Nabi dan Rasul yang tidak diketahui.
c. Membenarkan berita-berita yang shahih dari para Nabi dan Rasul.
d. Mengamalkan syari’at Nabi dimana Nabi diutus kepada kita. Penutup para nabi adalah Nabi Muhammad SAW, yang beliau diutus untuk seluruh umat manusia.[11]

      5.      Iman Kepada Hari Akhir

Iman kepad hari akhir adalah masalah yang paling berat dari segala macam aqidah dan kepercayaan manusia. Sejak dari zaman purba, manusia telah mempercakapkan dan mendiskusikannya sampai zaman modern kita. Para ahli fikir dan filosuf dalam angkatan dan dimana saja mereka berada, selalu menempatkannya persoalan ini sebagai materi inti dalam penyelidikannya. Sebab iman kepada akhirat akan membawa manusia kepada keyakinan adanya suatu hidup lagi di alam lain sesudah hidup duniawi, adanya hidup kembali bagi manusia sesudah matinya. Dan hidup yang kedua itulah yang menjadi tujuan akhir daripada perputaran roda kehidupan dan penciptaan manusia. Demikian essensialnya masalah ini, maka manakala kita meneliti ayat-ayat Qur’an dan Hadist-hadits Nabi, maka setiap ayat Qur’an dan Hadist-hadits Nabi mempersoalkan Iman dan Islam, pastilah tekanannya kepada dua segi yaitu iman kepada Allah dan iman kepada hari akhir.[12]


[1] Sangkot Sirait, Rukun Iman: Antara Keyakinan Normatif Dan Penalaran Logis, (Yogyakarta: SUKA Press, 2013). hlm. 3
[2] Sangkot Sirait, Rukun Iman..., hlm. 29.
[3] Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT Alma’arif, 1996), hlm. 128.
[4] Nasruddin Razak, Dienul Islam..., hlm. 131.
[5] Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam, 1992). hlm. 78.
[6] Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam, 1992). hlm. 81-82
[7] Syekh Mahmud Syaltut, Akidah Dan Syari’ah Islam., (Jakarta: Bumi Aksara, 1984). hlm.35-36
[8] Nasruddin Razak, Dienul Islam,(Bandung: PT Alma’arif, 1996), hlm. 155-156
[9] Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam., (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam, 1992). hlm. 129
[10] Nasruddin Razak, Dienul Islam.,(Bandung: PT Alma’arif, 1996). hlm: 141-142

[11] Sangkot Sirait, Rukun Iman..., 111.
[12] Nasruddin Razak, Dienul Islam.,(Bandung: PT Alma’arif, 1996). hlm: 158


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Soal Menghitung Zakat Fitrah

Contoh Teks MC Pelantikan Pengurus

Materi PAI Kelas 6 Bab 4 Ayo Membayar Zakat ppt