Makalah Bimbingan dan Konseling
PEMBELAJARAN BERBASIS BIMBINGAN DAN KONSELING
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu: …………………….
Disusun
Oleh:
Sainab
Che’do 1522402046
Siti
Nurjannah 1522402077
7 PAI B
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Saat ini, banyak terjadi sebuah kesenjangan
antara sistem pembelajaran serta
metode dengan pribadi seorang siswa secara psikologi. Kondisi Psikologi siswa merupakan faktor penting yang
mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran sedangkan pada kenyataanya hal itu
seringkali diabaikan karena terikat pada suatu kurikulim dan sistem yang
berlaku.
Bimbingan merupakan bagian integral dalam program pendidikan. Bimbingan
merupakan pelengkap bagi semua segi pendidikan. Bimbingan membantu agar proses
pendidikan berjalan dengan efisien, dalam arti cepat, mudah, dan efektif.
Dalam pembelajaran, seorang guru perlu mengetahui karakter dan latar
belakang siswanya sehingga guru bisa menganalisis masalah-masalah yang dihadapi
siswa dan bisa memilih model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan di kelas.
Oleh karena itu, guru perlu menerapkan pembelajaran berbasis bimbingan dan konseling
untuk membantu siswa dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana konsep pembelajaran berbasis bimbingan dan konseling?
2.
Apa saja karakteristik pembelajaran berbasis bimbingan dan konseling?
3.
Bagaimana penerapan pembelajaran berbasis bimbingan dan konseling?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep pembelajaran berbasis bimbingan
dan konseling.
2. Untuk mengetahui karakteristik pembelajaran berbasis
bimbingan dan konseling.
3. Untuk mengetahui penerapan pembelajaran berbasis
bimbingan dan konseling
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Pembelajaran Berbasis Bimbingan dan Konseling
Secara filosofis, manusia memiliki
potensi untuk dikembangkan seoptimal mungkin. Potensi itu sendiri adalah laten power, yakni kekuatan, kemampuan, keunggulan,
keunikan yang belum tampak, belum menjadi prestasi, belum mewujud dalam bentuk
perilaku. Sedangkan perkembangan optimal adalah perkembangan yang sesuai dengan
potensi yang dimiliki.
Secara psikologis manusia itu bersifat
unik, memiliki kebebasan, kemerdekaan untuk mengembangkan keunikannya. Dilihat
dari segi manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan sosial budaya akan
terjadi perubahan sistem nilai dalam kehidupan sosial budaya. Nilai menjadi hal
yang penting. Oleh karenanya bimbingan dan
konseling membantu individu memelihara, menginternalisasikan, memperhalus, dan
memaknai nilai sebagai landasan dan arah mengembangkan diri.[1]
Pembelajaran berbasis bimbingan itu sangatlah penting
untuk diterapkan karena pembelajaran yang baik, tidak hanya berorientasi pada
pencapaian kognitif saja akan tetapi dapat menghasilkan sebuah output berupa
lahirnya perubahan perilaku siswa atau peserta didik yang positif dan normatif.
Mengajar dapat
berarti:
1.
Mengajar sebagai proses menyampaikan
materi pelajaran
2.
Mengajar sebagai proses mengatur
lingkungan
3.
Pembelajaran berorientasi pada
pencapaian tujuan.[2]
Pembelajaran perlu disesuaikan dengan empat pilar pendidikan universal seperti yang dirumuskan UNESCO, yaitu:
a.
Learning to know: belajar untuk
mengetahui atau untuk belajar
b.
Learning to do: belajar untuk
berbuat
c.
Learning to be: belajar untuk
menjadi diri sendiri
d.
Learning to live together: belajar untuk
bekerja sama.[3]
Bimbingan tidak
hanya dilakukan kepada anak yang bermasalah saja. Pandangan bimbingan dewasa
ini yaitu menyediakan suasana atau situasi perkembangan yang baik sehingga
setiap anak disekolah dapat terdorong semangat belajarnya dan dapat mengembangkan
pribadinya sebaik mungkin dan terhindar dari praktik-praktik yang merusak
perkembangan anak itu sendiri.[4]
Guru tidak
hanya memberikan mata pelajaran tertentu saja, tetapi juga mengajarkan sikap di
kelas. Seorang guru juga perlu mengamati setiap muridnya. Guru perlu menyadari
bahwa setiap anak mempunyai kepribadian, kelebihan dan kelemahannya sendiri.
Apabila guru mengharapkan muridnya dapat menyelesaikan pekerjaannya
sebaik-baiknya, maka dia juga memberikan bantuan apapun kepada murid apabila
diperlukan. Demikian juga, guru harus bertanggung jawab untuk membimbing
murid-murid dalam perkembangannya semaksimal mungkin.[5]
B. Karakteristik Pembelajaran berbasis bimbingan konseling
Setiap anak pasti memiliki karakteristik
yang berbeda-beda sesuai umur dan latar belakang mereka. Setiap jenjang
sekolah, anak memiliki karakteristik yang berbeda dan seharusnya guru
perlu memperhatikan hal tersebut.
1. Bentuk-bentuk Karakteristik Siswa SD
a. Mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan
tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi mereka sendiri.
b. Mereka senang bermain dan lebih suka
bergembira / riang.
c. Mereka suka mengatur dirinya untuk
menangani berbagai hal yang dihadapinya, mengeksplorasi suatu situasi dan
mencobakan usaha-usaha baru dan tidak akan pernah mau diatur oleh orang lain.
d. Mereka
belajar dengan cara mengikuti atau berinisiatif dari apa yang temannya/orang
lain dapat.
e. Adanya minat terhadap kehidupan praktis
sehari-hari yang kongkrit.
f. Amat
realistik, ingin tahu dan ingin belajar.
g. Menjelang akhir masa ini telah ada minat
terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus.
h. Pada
umumnya anak menghadap tugas-tugasnya
dengan bebas dan berusaha menyelesaikan sendiri.
i. Pada
masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai
prestasi sekolah.
j. Anak
pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk bermain
bersama-sama.
2. Bentuk-bentuk Karakteristik Siswa SMP
a.
Sering gelisah.
b.
Pertentangan pendapat dengan
lingkungan khususnya orang tua.
c.
Aktivitas kelompok.
d. Keinginan mencoba segala sesuatu.
e.
Emosi yang meluap-luap.
f.
Mulai tertarik dengan lawan jenis.
3. Bentuk-bentuk Karakteristik Siswa SMA
a. Adanya kekurangseimbangan proporsi
tinggi dan berat badan.
b. Mulai timbulnya ciri-ciri sekunder.
c. Timbulnya keinginan untuk
mempelajari dan menggunakan bahasa asing.
d. Kecenderungan ambivalensi antara
keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul dengan orang banyak serta antara
keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari
orang tua.
e. Senang membandingkan kaidah-kaidah,
nilai-nilai etika, atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan
orang dewasa.Mulai mempertanyakan secara skeptis mengenai eksistensi
(keberadaan) dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan.
f. Reaksi dan ekspresi emosi masih
labil.
g. Kepribadiannya sudah menunjukkan
pola tetapi belum terpadu.
h. Kecenderungan minat dan pilihan
karier sudah relatif lebih jelas.[6]
Dengan adanya perbedaan karakter pada setiap peserta didik maka pembelajaran
berbasis bimbingan dan konseling perlu dilakukan dalam membantu peserta didik
mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya dan
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Menurut
Kartadinata dan Dantes, pembelajaran berbasis bimbingan memiliki ciri-ciri
berikut:
1. Diperuntukkan
bagi semua siswa.
2. Memperlakukan
siswa sebagai individu yang unik dan sedang berkembang.
3. Mengakui
siswa sebagai individu yang bermartabat dan berkemampuan.
4. Terarah ke
pengembangan segenap aspek perkembangan anak secara menyeluruh dan optimal.
5. Disertai
dengan berbagai sikap guru yang positif dan mendukung aktualisasi berbagai
minat, potensi, dan kapabilitas siswa sesuai dengan norma-norma kehidupan yang
dianut.[7]
C. Menerapkan Pembelajaran Berbasis Bimbingan dan Konseling
Pembelajaran
berbasis bimbingan dan konseling perlu dilakukan oleh seorang guru demi
tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Seorang guru perlu menyadari
bahwa setiap anak memiliki kepribadian, kelebihan dan kelemahannya sendiri.
Supaya guru dapat berhasil dalam usahanya membuat kurikulum sekolah menjadi
berarti bagi anak dan dapat menciptakan pengalaman
yang bermakna serta memuaskan bagi anak, maka ia harus dapat melihat
perbedaan-perbedaan yang ada di antara murid-muridnya. Aktivias bimbingan yang
dilakukan oleh guru terhadap anak didiknya dapat diwujudkan:
1. Melalui kata-kata
2. Melalui informasi
3. Melalui pengamatan dalam situasi
informal.
Dengan
begitu, murid dapat dibantu dalam menghadapi masalah-masalahnya dengan:
1. Sikap yang simpatik
2. Kesediaan untuk mendengarkan, perhatian
yang sungguh-sungguh
3. Pengakuan terhadap murid sebagai
manusia.[8]
Dalam melaksanakan pembelajaran, seorang
guru tentunya perlu memilih model pembelajaran yang akan diterapkan agar tujuan
pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai dengan optimal. Dalam memilih model
pembelajaran, seorang guru perlu memperhatikan kondisi siswa, sifat bahan ajar,
media, dan kondisi guru itu sendiri. Adapun model pembelajaran yang dapat
dipilih dan menjadi alternatif untuk diterapkan sesuai situasi dan kondisi yang
dihadapi, yaitu:
1) Model pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan
sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang
mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang
berbeda (heterogen). Setiap kelompok akan
memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan
prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan
mempunyai ketergantungan positif yang selanjutnya akan memunculkan tanggung
jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap
anggota kelompok.
Model pembelajaran kooperatif mempunyai dua
komponen utama, yaitu:
a. Komponen tugas kooperatif (cooperaive
task), yaitu berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama
dalam menyelesaikan ugas kelompok.
b. Struktur insentif kooperatif (cooperaive
insentive structure), yaitu sesuatu yang membangkitkan motivasi individu
untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok.[9]
Adapun prosedur pembelajaran kooperatif pada
prinsipnya terdiri dari empat tahap, yaitu:
a. Penjelasan materi
Tahap
ini diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum
siswa belajar dalam kelompok. Pad tahap ini guru memberikan gambaran umum
tentang materi pelajaran yang harus dikuasai dan selanjutnya siswa akan
memperdaalam materi dalam pembelajarn kelompok (tim). Metode yang dapat
digunakan adalah metode ceramah, curah pendapat, dan tanya jawab, bahkan kalau
perlu menggunakn demonstrasi.
b. Belajar dalam kelompok
Setelah
guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok materi pelajaran, selanjutnya
siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing. Pengelompokan dalam
model pembelajaran bersifat heterogen, artinya kelompok dibentuk berdasarkan
perbedaan-perbedaan setiap anggotanya. Melalui pembelajaran dalam tim siswa
didorong untuk melakukan ukar-menukar (sharing) informasi dan pendapat, mendiskusikan
permasalahan secara bersama, membandingkan jawaban mereka, dan mengoreksi
hal-hal yang kurang tepat.
c. Penilaian
Penilaian
dalam model pembelajaran kooperatif bisa dilakukan dengan tes atau kuis baik
secara individual maupun secara kelompok.
d. Pengakuan tim
Pengakuan
tim (team recognition) adalah penerapan tim yang dianggap paling
menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau
hadiah.[10]
2) Model Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL)
Pembelajaran kontekstual adlah sebuah model
pembelajaran yang menekankn kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan. CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi proses
berpengalaman dalam kehidupan nyata. Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai
tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagi tempat untuk menguji data
hasil temuan mereka di lapangan.[11]
3) Model pembelajaran berbasis masalah
Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan
sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. John Dewey, seorang ahli
pendidikan berkebangsaan Amerika menjelaskan 6 langkah pembelajaran berbasis
masalah yang kemudian disebut metode pemecahan masalah (problem solving),
yaitu:
a. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa
menentukan masalah yang akan dipecahkan.
b. Menganalisis masalah, yaitu langkah
siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
c. Merumuskn hipotesis, yaitu langkah siswa
merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya.
d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa
mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa
mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan atau penolakan
hipotesis yang diajukan.
f. Merumuskan rekomendasi pemecahan
masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan
sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.[12]
Ada beberapa macam teknik bimbingan yang dapat digunakan untuk membantu
perkembangan individu, yaitu konseling, nasihat, bimbingan kelompok, konseling
kelompok, dan mengajar bernuansa bimbingan.[13]
1. Konseling
Konseling merupakan bantuan yang bersifat terapeutik yang diarahkan
untuk mengubah sikap dan perilaku individu. Konseling dilaksanakan melalui
wawancara (konseling) langsung dengan individu. Konseling ditujukan kepada
individu yang normal, bukan yang mengalami kesulitan jiwa, melainkan hanya
mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dalam pendidikan, pekerjaan, dan
kehidupan sosial.
Dalam konseling terdapat hubungan yang akrab dan dinamis. Individu
merasa diterima dan dimengerti oleh konselor. Dalam hubungan tersebut, konselor
menerima individu secara pribadi dan tidak memberikan penilaian. Individu
(konseli) merasakan ada orang yang mengerti masalah pribadinya, mau mendengarkan
keluhan dan curahan perasaannya.
Dalam konseling berisi proses belajar yang ditujukan agar konseli
(individu) dapat mengenal diri, menerima, mengarahkan, dan menyesuaikan diri
secara realistis dalam kehidupannya di kampus ataupun luar kampus. Dalam konseling
tercipta hubungan pribadi yang unik dank has, dengan hubungan tersebut individu
diarahkan agar dapat membuat keputusan, pemilhan, dan rencana yang bijaksana,
serta dapat berkembang dan berperan lebih baik di lingkungannya. Konseling
membantu individu agar lebih mengerti dirinya sendiri, mampu mengeksplorasi dan
memimpin diri sendiri, serta menyelesaikan tugas-tugas kehidupannya. Proses
konseling lebih bersifat emosional diarahkan pada perubahan sikap, perubahan
pola-pola hidup sebab hanya dengan perubahan-perubahan tersebut memungkinkan
terjadi perubahan perilaku dan penyelesaian masalah.
2. Nasihat
Nasihat merupakan salah satu teknik bimbingan yang dapat diberikan oleh
konselor ataupun pembimbing. Pemberian nasihat hendaknya memerhatikan hal-hal
sebagai berikut.
a. Berdasarkan masalah atau kesulitan yang dihadapi
oleh klien (individu)
b. Diawali dengan menghimpun data yang berkaitan
dengan masalah yang dihadapi
c. Nasihat yang diberikan bersifat alternatif yang
dapat dipilih oleh individu, disertai kemungkinan keberhasilan dan kegagalan
d. Penentuan keputusan diserahkan kepada individu,
alternatif mana yang akan diambil, serta
e. Hendaknya, individu mau dan mampu
mempertanggungjawabkan keputusan yang diambilnya
3. Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan
dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok dapat beruapa penyampaian informasi
ataupun aktivitas kelompok membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan,
pribadi, dan sosial.
Bimbingan kelompok dilaksanakan dalam tiga kelompok, yaitu kelompok
kecil (2-6 orang), kelompok sedang (7-12 orang), dan kelompok besar (13-20
orang) ataupun kelas (20-40 orang). Pemberian informasi dalam bimbingan
kelompok terutama dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang kenyataan,
aturan-aturan dalam kehidupan, dan cara-cara yang dapat dilakukan untuk
menyelesaikan tugas , serta meraih masa depan dalam studi, karier, ataupun
kehidupan. Aktivitas kelompok diarahkan untuk memperbaiki dan mengembangkan
pemahaman diri dan pemahaman lingkungan, penyesuaian diri, serta pengembangan
diri.
Pemberian informasi banyak menggunakan alat-alat dan media pendidikan
seperti, OHP, kaset audio-video, film, bulletin, brosur, majalah, buku, dan
lain-lain. Kadang-kadang konselor mendatangkan ahli tertentu untuk memberikan
ceramah (informasi) tentang hal-hal tertentu.
Pada umumnya aktivutas kelompok menggunakan prinsip dan proses dinamika
kelompok seperti dalam kegiatan diskusi, sosiodrama, bermain peran, simulasi
dan lainnya. Bimbingan melalui aktivitas kelompok lebih efektif karena selain
peran individu lebih aktif, juga memungkinkan terjadinya pertukaran pemikiran,
pengalaman, rencana, dan penyelesaian masalah.
4. Konseling Kelompok
Koseling kelompok merupakan bantuan kepada individu dalam situasi
kelompok yang bersifat penvegahan dan penyembuhan, serta diarahkan pada
pemberian kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Konseling kelompok
merupakan bersifat pencegahan dalam arti, bahwa individu yang bersangkutan
mempunyai kemampuan normal atau berfungsi secara wajar dalam masyarakat,
tetapi, memiliki beberapa kelemahan dalam kehidupannya sehingga mengganggu
kelancaran berkomunikasi dengan orang lain. Konseling kelompok bersifat memberi
kemudahan bagi pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti memberikan
kesempatan, dorongan, juga pengarahan kepada individu-individu yang
bersangkutan untuk mengubah sikap dan perilakunya selaras dengan lingkungannya.
Konseling kelompok merupakan proses antarpribadi yang dinamis, terpusat
pada pemikiran dan perilaku yang sadar, serta melibatkan fungsi-fungsi terapi,
sperti permisif, orientasi pada kenyataan, katarsis, saling mempercayai,
salingmemperlakukan dengan hangat, saling pengertian, saling menerima dan
mendukung. Fungsi-fungsi terapi itu diciptakan dan dikembangkan dalam suatu
kelompok kecil melalui cara saling mempedulikan diantara para peserta konseling
kelompok. Individu dalam konseling kelompok pada dasarnya adalah individu
normal yang memiliki berbagai kepedulian dan kemampuan, serta persoalan yang
dihadapi bukanlah gangguan kejiwaan yang tergolong sakit, hanya kekeliruan
dalam penyesuaian diri. Individu dalam konseling kelompok menggunakan interaksi
kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan
tujuan-tujuan tertentu untuk mempelajari atau menghilangkan sikap-sikap dan
perilaku yang tidak tepat.
5. Belajar Bernuansa Bimbingan
Individu akan lebih berhasil dalam belajar apabila guru/dosen menerapkan
prinsip-prinsip dan memberikan bimbingan waktu belajar. Secara umum bimbingan
yang dapat diberikan guru/dosen sambil mengajar adalah: (1) mengenal dan
memahami individu secara mendalam, (2) memberikan perlakuan dengan memerhatikan
perbedaan individual, (3) memperlakukan individu secara manusiawi, (4) member
kemudahan untuk mengembangkan diri secara optimal, dan (5) menciptakan suasana
kelasyang menyenangkan.
Suasana kelas dan proses belajar-mengajar yang menerapkan
prinsip-prinsip bernuansa bernuansa bimbingan tampak sebagai berikut.
a. Tercipta iklim kelas yang permisif, bebas dari
ketegangan dan menempatkan individu sebagai subjek pengajaran.
b. Adanya arahan/orientasi agar terselenggaranya
belajar yang efektif, baik dalam bidang studi yang diajarkannya, maupun dalam
keseluruhanperkuliahan.
c. Menerima dan memperlakukan individu sebagai
individu yang mempunyai harga diri dengan memahami kekurangan, kelebihan, dan
masalah-masalahnya.
d. Mempersiapkan serta menyelenggarakan perkuliahan
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan individu.
e. Membina hubungan yang dekat dengan individu,
menerima individu yang akan berkonsultasi dan meminta bantuan
f. Dosen/guru berusaha mempelajari dan memahami
individu untuk menemukan kekuatan, kelamahan, kebiasaan, dan kesulitan yang
dihadapinya, terutama dalam hubungannya dengan bidang studi yang diajarkannya.
g. Memberikan bentuan kepada individu yang menghadapi
kesulitan, terutama yang berhubungan dengan bidang studi yang diajarkannya.
h. Pemberian informasi tentang masalah pendidikan,
pengajaran, dan jabatan/karier
i. Memberikan bimbingan kelompok di kelas
j. Membimbing individu agar mengembangkan kebiasaan
belajar yang baik
k. Memberikan layanan perbaikan bagi individu yang
memerlukannya
l. Bekerja sama dengan dosen, wali kelas,konselor, dan
tenaga pendidik lainnya dalam memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh individu.
m. Memberikan umpan balik atas hasil evaluasi
n. Memberikan pelayanan rujukan (referal)bagi individu
yang memiliki kesulitan yang tidak dapat diselesaikan oleh dosen sendiri.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Pembelajaran berbasis bimbingan itu sangatlah penting
untuk diterapkan karena pembelajaran yang baik, tidak hanya berorientasi pada
pencapaian kognitif saja akan tetapi dapat menghasilkan sebuah output berupa
lahirnya perubahan perilaku siswa atau peserta didik yang positif dan normatif.
Karakteristik pembelajaran
berbasis bimbingan dan konseling, yaitu: diperuntukkan bagi semua siswa, memperlakukan
siswa sebagai individu yang unik dan sedang berkembang, mengakui siswa sebagai
individu yang bermartabat dan berkemampuan, terarah ke pengembangan segenap
aspek perkembangan anak secara menyeluruh dan optimal, disertai
dengan berbagai sikap guru yang positif.
Pembelajaran berbasis bimbingan dan konseling perlu dilakukan oleh seorang
guru demi tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Oleh karena itu,
guru harus dapat melihat perbedaan-perbedaan yang ada di antara murid-muridnya.
Adapun aktivias bimbingan yang dilakukan oleh guru terhadap anak didiknya dapat
diwujudkan melalui kata-kata, informasi, dan melalui pengamatan dalam
situasi informal.
DAFTAR PUSTAKA
Febrini, Deni. 1985. Bimbingan
Konseling. Yogyakarta: Teras.
Kartono, Kartini.
1985. Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya: Teknik Bimbingan Praktis. Jakarta:
CV. Rajawali.
Sanjaya, Wina. 2016. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Tohirin. 2009. Bimbingan dan Konseling di Sekolah
dan Madrasah. Jakarta: Rajawali Pers.
Yusuf, Syamsu, dan A. Juntika Nurihsan. 2008. Landasan
Bimbingan & Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Arif, Fauzan.
“Model Pembelajaran Berbasis Bimbingan dan Konseling” dalam https://fingeridea.wordpress.com//?s=pembelajaran+berbasis+bk&search=Lanjut diakses pada tanggal 16 September 2017
Mariyana, Rita.
“Implementasi Program Pembelajaran Berbasis Bimbingan di TK” dalam http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/197803082001122-RITA_MARIYANA/ARTIKEL_KOMPETITIF_INDONESIA.pdf diakses pada tanggal 16 September 2017
[1] Tohirin, Bimbingan dan Konseling
di Sekolah dan Madrasah ( Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm 86
[2]
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 95
[5]Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-Dasar
Pelaksanaannya: Teknik Bimbingan Praktis (Jakarta: CV. Rajawali, 1985),
hlm. 76-78
[6] Syamsu, Yusuf dan A. Juntika
Nurihsan, Landasan Bimbingan & Konseling (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm
69.
[7]
Rita Mariyana, “Implementasi Program Pembelajaran
Berbasis Bimbingan di TK” dalam http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/197803082001122-RITA_MARIYANA/ARTIKEL_KOMPETITIF_INDONESIA.pdf diakses pada tanggal 16 September 2017, hlm. 2.
[13] Fauzan Arif, “Model
Pembelajaran Berbasis Bimbingan dan Konseling” dalam https://fingeridea.wordpress.com//?s=pembelajaran+berbasis+bk&search=Lanjut diakses pada tanggal 16 September 2017
Komentar
Posting Komentar