Model-Model Pendidikan Islam dan Orientasinya di dalam Keluarga


PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Di era globalisasi ini, pendidikan Islam memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan umat Islam. Pendidikan merupakan pondasi yang sangat mendasar bagi umat Islam dalam menghadapi perkembangan zaman. Dengan pendidikan Islam yang ajarannya bersumber dari Al-Qur’an dan hadis kita dapat mengantisipasi dan memilah-milah budaya-budaya asing yang masuk ke negara kita, terutama budaya barat.
Untuk mencapai keberhasilan proses pendidikan Islam maka perlu adanya lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai mediator dalam mengatur jalannya pendidikan Islam. Lembaga  pendidikan Islam merupakan sebuah wadah dimana pendidikan dalam ruang lingkup keislaman melaksanakan tugasnya demi tercapainya cita-cita umat Islam. Salah satu lembaga pendidikan Islam yang ada ialah lembaga pendidikan informal, yaitu keluarga. Dalam proses pendidikan Islam di dalam keluarga terdapat model-model pendidikan Islam yang beragam sehingga memudahkan anak memahami pendidikan yang diajarkan.

B.  Rumusan Masalah

1.  Apakah pengertian dari pendidikan Islam?
2.  Bagaimana model-model pendidikan Islam dan orientasinya di lembaga pendidikan informal?

C.  Tujuan

1.  Untuk mengetahui pengertian pendidikan Islam.
2.  Untuk mengetahui dan memahami model-model pendidikan Islam dan orientasinya di lembaga pendidikan informal.

PEMBAHASAN


A.  Pengertian Pendidikan Islam

            Pendidikan dalam bahasa Arab biasa disebut dengan istilah tarbiyah yang berasal dari kata rabba yang berarti penambahan, pertumbuhan, pemeliharaan, dan penjagaan. Kata rabba beserta cabangnya banyak dijumpai dalam Al-Qur’an, misalnya dalam QS. al-Isra: 24, QS. as-Syu’ara: 18. Tarbiyah sering juga disebut ta’dib seperti sabda Nabi SAW. “addabani rabbi fa ahsana ta’dibi” (Tuhanku telah mendidikku maka aku menyempurnakan pendidikannya).[1]
            Pendidikan Islam sama dengan Tarbiyah Islamiyah. Pendidikan Islam adalah bimbingan yang dilakukan oleh orang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim.[2] Sedangkan menurut Muhammad Hamid an-Nashir dan Kulah Abd al-Qadir Darwis, pendidikan Islam merupakan pengarahan perkembangan manusia (ri’ayah) pada sisi jasmani, akal, bahasa, tingkah laku, dan kehidupan sosial dan keagamaan yang diarahkan pada kebaikan menuju kesempurnaan. Pendidikan bersifat dinamis. Tanpa gerak dinamis dan proses yang terus menerus maka misi pendidikan akan sulit terwujud dengan baik dan efektif karena hidup itu sendiri menunjukkan suatu gerak dinamis, berbeda dengan kematian yang menunjukkan kondisi statis.[3]

B.  Model Pendidikan Islam dan Orientasinya dalam Lembaga Informal

            Jika kita renungkan, syariat Islam tidak dapat dihayati dan diamalkan kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan. Nabi telah mengajarkan untuk beriman dan beramal serta berakhlak baik sesuai dengn ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan. Dari satu segi, dapat dilihat bahwa pendidikan Islam lebih banyak ditujukan pada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik dalam segi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Pada segi lainnya pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja tapi juga bersifat praktis. Pendidikan Islam juga merupakan pendidikan iman dan pendidikan amal.[4]
      Pendidikan islam yang bertugas pokok menggali, menganalisis, dan mengembangkan serta mengamalkan ajaran islam yang bersumberkan Al quran dan hadis, cukup memperoleh bimbingan dan arahan dari kandungan makna dari kedua sumber tuntunan tersebut . Sumber ajaran islam tersebut benar benar lentur dan kenyal serta responsif tanggap terhadap tuntutan hidup manusia yang makin maju dan modern dalam segala bidang kehidupan.
            Dorongan dan rangsangan ajaran alquran terhadap pengembangan rasio untuk pemantapan iman dan taqwa diperkokoh melalui ilmu pengetahuan manusia merupakan ciri khas Islami, yang tidak terdapat dalam kitab-kitab suci agama lain. Al-Quran menegaskan 300 kali perintah untuk memfungsikan rasio manusia, dan 780 kali mengukuhkan pentingnya ilmu pengetahuan serta pemantapan keimanan yang dikukuhkan dengan perintah tidak kurang dari 810 kali ayat ayatnya.[5]
            Dalam pendidikan terdapat suatu institusi, media, forum, atau situasi dan kondisi tertentu yang memungkinkan terselenggarakannya proses pembelajaran, baik secara terstruktur maupun secara tradisi yang telah diciptakan sebelumnya yang biasa disebut dengan lembaga pendidikan. Salah satu lembaga pendidikan yang ada ialah lembaga pendidikan informal, yaitu keluarga.[6]
            Keluaraga merupakan tempat pendidikan anak paling awal dan yang memberikan warna dominan bagi anak. Sejak anak dilahirkan, ia menerima bimbingan kebaikan dari keluarga yang memungkinkannya berjalan di jalan keutamaan sekaligus bisa berperilaku di jalan kejelekan sebgai akibat dari pendidikan keluarga yang salah. Kedua orang tuanyalah yang memiliki peran besar untuk mendidiknya agar tetap berada dalam jalan yang sehat dan benar.[7]
            Sebagai pendidik anak-anaknya, ayah dan ibu mempunyai kewajiban yang berbeda karena keduanya berbeda kodrat. Ayah berkewajiban mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarganya melalui pemanfaatan karunia Allah SWT. di muka bumi (QS. al-Jumu’ah: 10) dan selanjutnya dinafkahkan pada anak-istrinya (QS. al-Baqarah: 228, 233). Sedangkan kewajiban ibu adalah menjaga, memelihara, dan mengelola keluarga di rumah suaminya, terlebih lagi mendidik dan merawat anaknya. Dalam sabda Nabi SAW. dinyatakan: “Dan perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanyai dari pimpinannya itu” (HR. Bukhari-Muslim). Hal itu berimplikasi pada pola dan sistem pendidikan laki-laki dan pendidikan wanita. Dalam konteks ini, pendidikan laki-laki dan wanita harus dibedakan, karena pendidikan pada dasarnya suatu upaya untuk membimbing manusia dalam memenuhi kewjibannya.[8]
            Menurut Islam, ada enam model pola asuh yang bisa dijadikan referensi dalam mendidik anak. Keenam model tersebut adalah sebagai berikut:

 a.   Metode dialog Qur’ani dan nabawi

             Di sini, dialog adalah pembicaran antara dua orang atau lebih melalui tanya jawab yang di dalamnya ada kesatuan inti pembicaraan. Dalam dialog sendiri, ada tiga kemungkinan yaitu menguntungkan satu pihak, menguntungkan du pihak atau menguntungkan pihak pendengar. Adapun bentuk-bentuk dialog dalam Al-Qur’an sendiri, seperti khitabi/ seruan Allah, ta’abuddi, deskriptif, naratif, argumentatif, nabawiyah.

b.  Metode kisah Al-Qur’an dan nabawi

        Metode kisah Al-Qur’an dan nabawi maksudnya mendidik anak dengan cara menceritakan kisah-kisah teladan yang ada dalam Al-Qur’an maupun kisah-kisah yang terjadi pada masa Nabi dan umat Islam generasi awal.

c.  Metode keteladanan

         Metode keteladanan maksudnya adalah mendidik anak dengan cara memberi teladan yang baik atas perilaku yang ingin anak dimiliki oleh anak.

d.  Metode praktek dan perbuatan

            Metode praktek dan perbuatan adalah sebuah metode mendidik anak dengan cara mengajari anak langsung tanpa memberikan teori yang bertele-tele.

e.  Metode ibrah dan mau’izah

         Metode ibrah dan mau’izah adalah cara mendidik anak dengan cara mengajari anak mengambil setiap pelajaran, hikmah dari setiap peristiwa yang dialaminya, sehingga dari situ anak bisa meresapi maknanya.

f.   Metode targhib dan tarhib

        Targhib adalah janji pasti yang diberikan untuk menunda sebuah kesenangan. Sedangkan tarhib adalah intimidasi yang dilakukan melalui hukuman karena berkaitan dengan pelanggaran larangan Allah. Jadi, metode ini merupakan metode mendidik anak dengan cara memberitahu anak atas akibat dari perbuatan yang dilakukannya, baik positif maupun negatif.[9]
            Dalam mendidik anak keluarga (ayah-ibu) memiliki motivasi semata-mata demi cinta kasih yang kodrati sehingga dalam suasana cinta kasih dan kemesraan inilah proses pendidikan berlangsung dengan baik seumur anak dalam tanggungan keluarga. Kewajiban ayah-ibu dalam mendidik anak-anaknya tidak menuntut untuk memilki profesionalitas yang tinggi karena kewajiban tersebut berjalan dengan sendirinya sebagai adat atau tradisi.
            Dalam penanaman pandangan hidup beragama, fase kanak- kanak merupakan fase yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama. Teknik yang paling tepat dalam proses pendidikan adalah dengan teknik imitasi (al-qudwah), yaitu proses pembinan anak secara tidak langsung, yaitu ayah dan ibu membiasakan hidup rukun, istiqomah dalam melakukan ibadah baik di rumah, di masjid, atau di tempat-tempat lainnya sambil mengajak anak-anaknya sehingga sekaligus membina anak-anaknya untuk mengikuti dan meniru hal-hal yang dilakukan orang tuanya. Dengan mengajak anak pergi ke masjid, anak tersebut dapat memperoleh ilmu pengetahuan melalui khotbah atau ceramah serta memperoleh pendidikan moral, sikap mental, dan keterampilan-keterampilan tertenu dalam sholat berjamaah.
            Dengan demikian, orang tua dituntut untuk menjadi pendidik yang memberikan pengetahuan pada anak-anaknya, serta memberikan sikap dan keterampilan yang memadai, memimpin keluarga, dan mengatur kehidupannya, memberikan contoh sebagai keluarga yang ideal, dan bertanggung jawab dalam kehidupan keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun rohani.[10]

PENUTUP


A.  Simpulan

Pendidikan Islam sama dengan Tarbiyah Islamiyah. Pendidikan Islam adalah bimbingan yang dilakukan oleh orang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim. Misi pendidikan akan terwujud dengan baik jika ada gerak dinamis dan proses yang terus menerus dan efektif karena hidup itu sendiri menunjukkan suatu gerak dinamis.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Dalam penanaman pandangan hidup beragama, fase kanak- kanak juga merupakan fase yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama. Orang tua merupakan pendidik dalam proses pendidikan yang berada dalam keluarga. Menurut Islam, ada enam model pola asuh yang bisa dijadikan referensi dalam mendidik anak, diantaranya: metode dialog Qur’ani dan nabawi, metode kisah Al-Qur’an dan nabawi, metode keteladanan, metode praktek dan perbuatan, metode ibrah dan mau’izah serta metode targhib dan tarhib.

DAFTAR PUSTAKA


Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta.
Ali, Abdullah dan Djamaluddin. 1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Arifin, M. 1993. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara.
Mujib, Abdul. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Lestari, S. dan Ngatini. 2010. Pendidikan Islam Kontekstual. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


[1] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2009), hlm. 14
[2] Abdullah Ali dan Djamaluddin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hlm. 11
[3] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam...hlm. 17-18
[4] Abdullah Ali dan Djamaluddin, Kapita Selekta...hlm. 11
[5] M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hlm. 24-25
[6] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam...hlm. 121
[7] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam...hlm. 123
[8] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 226
[9] S. Lestari dan Ngatini, Pendidikan Islam Kontekstual, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 9-11
[10] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam...hlm. 227-229

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Soal Menghitung Zakat Fitrah

Contoh Teks MC Pelantikan Pengurus

Materi PAI Kelas 6 Bab 4 Ayo Membayar Zakat ppt