Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Guru dan Pendidikan
PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG GURU DAN PENDIDIKAN
Oleh:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Pendidikan lahir dari aktivitas berpikir manusia tentang
hidup yang bernilai, bermakna dan bermartabat. Manusia memerlukan pendidkan agar
menjadi manusia yang bermanfaat dan bermartabat. Dalam proses pendidikan perlu
adanya seorang guru yang bisa menjadi pembimbing dan menjadi panutan. Dengan
begitu pendidikan yang dilakukan akan lebih mudah dipahami dan mencapai tujuan
yang diinginkan.
Dalam hal pendidikan banyak tokoh-tokoh yang memiliki pemikiran
yang berbeda-beda mengenai guru dan pendidikan. Salah satu tokoh yang menggagas
pemikiran mengenai guru dan pendidikan. Ki Hadjar Dewntara merupakan bapak
pendidikan nasional yang mendirikan Perguruan Taman Siswa. Pemikirannya
mengenai pendidikan merupakan salah satu upaya unuk menyiasati perwujudan
kondisi kehidupan yang bernilai, bermakna dan bermartabat. Ia ingin
mencerdaskan orang-orang yang senasib dengannya agar mereka sadar akan hak-hak
hidupnya. Ia juga berupaya unuk mengatasi persoalan kesenjangan sosial dan
pelanggaran hak-hak manusia pada masanya.
Oleh karena itu kami membuat makalah mengenai pemikiran Ki Hadjar
Dewantara tentang guru dan pendidikan untuk mengetahui dan mempelajari lebih
dalam mengenai teorinya tentang pendidikan dan gagasan-gagasan yang dikemukakan
oleh Ki Hadjar Dewantara.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
A. Biografi Ki Hajar Dewantara
Ki Hadjar
Dewantara lahir pada hari Kamis Legi tanggal 2 Puasa 1818 atau 2 Mei 1889.
Ayahnya bernama Kanjeng Pangeran Harjo Surjaningrat, putra Kanjeng Gusti
Pangeran Hadipati Hardjo Surjosasraningrat yang bergelar Sri Paku Alam III.[1]
Kakek Ki Hadjar (Sri Paku Alam III) mengarang Serat “Darmo Wirayat”, berbentuk
syair dan berisi pelajaran tentang kesusilaan. Karya sastranya itu jelas
bertaut erat dengan dunia pendidikan karena menyangkut bagaimana membentuk
kepribadian atau mendidik budi pekerti. Konten karya sastra Paku Alam III yang
selaras dengan kebudayaan Jawa itu, menyangkut olah kehalusan budi dan kerendahan
hati.
Perlu diketahui
bahwa kerabat Paku Alam tidak hanya menaruh minat pada kesastraan, tapi juga
dalam bidang kesenian. Dikisahkan bahwa pada masa Paku Alam I berkuasa, ia
tidak sempat memberi perhatiannya pada upaya pengembangan di bidang kesenian
karena terjadinya perang Diponegoro (1825-1825). Upaya ke arah pengembangan
kesastraan dan seni tampaknya berlanjut pada masa Paku Alam II. Bahkan pada
zaman Paku Alam II kemajuan pada bidang keseniaan cukup pesat. Orang pun mulai
merintis alternatif lain untuk mengembangkan kesenian, yakni dengan
mengembangkan seni musik dan drama.
Sejak kecil Ki
Hadjar Dewantara sudah dididik dalam suasana religius dan dilatih untuk
mendalami soal-soal kesasteraan dan kesenian Jawa. Sejak kecil pula dia dilatih
untuk hidup sederhana. Keterbatasan materil yang dialami keluarganya, tidak
menyurutkan semangat belajarnya. Meskipun ia hanya masuk ke Sekolah Dasar
Belanda III (ELS), ia tetap bersemangat menuntut ilmu.
Ketika masih
duduk di bangku Sekolah Dasar, kehidupan Ki Hadjar Dewantara tidak berbeda jauh dari kehidupan
anak-anak lainnya. Dia juga sering berkelahi dengan anak-anak sekolah dari
keturunan Ambon dan Ondo Belanda. Ia terpaksa berkelahi dengan rekan-rekan
seperjuangannya itu karena mereka menghina dirinya.
Setelah Tamat
Sekolah Dasar III Belanda pada tahun 1904 Ki Hadjar sempat masuk sekolah guru
di Yogyakarta, tapi tidak sampai tamat. Semasanya menempuh sekolah guru,
datanglah tawaran sekolah (beasiswa) untuk menjadi dokter jawa dari dokter
Wahidin Sudiro Husodo. Kesempatan itu dengan segera diterima Ki Hadjar.
Ki Hadjar
menempuh sekolah dokter jawa (STOVIA) selama kurang lebih lima tahun
(1905-1910). Namun, ia tidak berhasil menamatkan sekolahnya lantaran sakit
selama empat bulan. Namun kepandaiannya dalam bahasa Belanda mendorong Direktur
Sekolahnya mengeluarkan surat istimewa yang menjelaskan bakatnya itu.[2]
B. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang Pendidikan
Pendidikan sangat diperlukan oleh setiap
orang. Pendidikan perlu dilakukan untuk memberikan bimbingan/bantuan kepada
orang lain (anak) yang sedang berproses menuju kedewasaan.[3]
Menurut Ki Hadjar Dewantara[4] pendidikan
adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak untuk memajukan kehidupan anak
didik selaras dengan dunianya.
Dalam rangka mensukseskan pendidikan
yang di lakukan pada saat itu Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan
Kebngsaan Taman Siswa pada tanggal 3
Juli 1932 di Yogyakarta dalam bentuk yayasan. Selanjutnya mulai didirikan Taman
Indria (Taman Kanak-Kanak) dan kursus guru. Kemudian Taman Dewasa merangkap Taman Guru (Mulo-Kweekschool),
sekarang ini telah dikembangkan sehingga meliputi Taman Siswa yang telah
mencakup semua jenjang persekolahan, dari pendidikan prasekolah, pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Dalam hal
pendidikan Ki Hadjar Dewantara mengemukakan asas pendidikan yang disampaikan
pada pembukaan sekolah Taman Siswa yang dikenl dengan 1992. Asas-asas itu
antara lain:
- Menjadi hak seseorang mengatur dirinya sendiri. Dalam mengatur dirinya sendiri itu wajib selalu diingat kokohnya persatuan dalam kehidupan umum, tujuannya adalah agar tertib dan damai. Pendidikan wajib menjaga anak didik dengan suka cita agar anak didik berkembang sesuai dengan kodratnya (bakat).
- Pengajar
harus membimbing anak menjadi manusia merdeka dalam cipta, karsa, dan dalam
menggunakan tenaganya. Di samping memberi pengetahuan yang perlu dan manfaat
guna kemerdekaan lahir dan batin dalam masyarakat, guru harus melatih para
siswa mencari dan menggunakan sendiri pengetahuan itu.
- Pengajaran harus meliputi bagian rakyat yang terbesar, sebab kekuatan bangsa dan negara adalah perpaduan kekuatan warganya.
- Pendidik harus ikhlas dalam membimbing anak dengan tidak meminta sesuatu hak dan bebas dari segala ikatan, dengan hatiyang suci guru bekerja untuk kepentingan anak.[5]
- Asas kemanusiaan artinya bahwa dharma tiap-tiap manusia itu adalah mewujudkan kemanusiaan, yang harus terlihat pada kesucian hatinya dan adanya rasa cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap makhluk Tuhan seluruhnya.
- Asas Kodrati Hidup artinya kodrat hidup pada manusia menunjukkan adanya kekuatan pada manusia sebagai bekal hidupnya.
- Asas Kebangsaan artinya tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan, bahkan permusuhan dengan bangsa lain.
- Asas Kebudayaan artinya dalam kehidupan kita tidak hanya asal memelihara kebudayaan bangsa saja tetapi membawa kebudayaan kebangsaan ke arah kemajuan yang sesuai dengan kemajuan dunia, dan kepentingan hidup rakyat.
- Asas Kemerdekaan artinya manusia mempunyai kodrat (pembawaan). Dengan kodrat yang berkembang merdeka itu manusia dapat memelihara, memajukan, mempertinggi, dan menyempurnakan hidupnya sendiri.[6]
C. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang Guru
Pemikiran Ki
Hajar Dewantara tentang terdapat pada konsep yang di terapkan di Taman Siswa
yaitu Tut Wuri Handayani. Tut Wuri Handayani berasal dari bahasa
Jawa “tut wuri” berarti “mengikuti dari belakang” dan “handayani”
berarti “mendorong, memotivasi atau membangkitkan semangat”. Dengan kata
tersebut berarti pendidik diharapkan dapat melihat, menemukan, dan memahami
bakat atau potensi-potensi apa yang timbul dan terlihat pada anak didik,
selanjutnya dapat dikembangkan.
Konsep Tut
wuri handayani mirip dan dekat dengan aliran/hukum konvergensi dari William
Stern, yang berpendapat bahwa perkembangan anak ditentukan oleh bagaimana
interaksi antara pembawaan atau potensi-potensi yang dimiliki anak yang
bersangkutan dan lingkungan ataupun pendidikan yang mempengaruhi anak dalam
perkembangannya.
Tut wuri
handayani merupakan bagian dari konsep
kependidikan Ki Hajar Dewantara yang secara keseluruhan berbunyi sebagai
berikut:
Ing
ngarso sung tulodo
Ing
madyo mangun karso
Tut
wuri handayani
Ing
ngarso sung tulodo artinya jika
pendidik sedang berada di “depan” maka
hendaklan memberikan contoh teladan yang baik terhadap anak didiknya. Ing
ngarso= di depan, sung= Asung= memberi, tulodo= contoh=teladan.
Ing
madyo mangun karso berarti jika
pendidik sedang berada di “tengah-tengah” anak didiknya, hendaklah ia dapat
mendorong kemauan atau kehendak mereka, membangkitkan hasrat mereka untuk
berinisiatif dan bertindak. Ing madyo= di tengah, mangun=
membangun, menimbulkan dorongan, karso= kehendak atau kemauan. Konsep Ki
Hajar Dewantara tersebut di atas kini ternyata tidak hanya berlaku dalam dunia
pendidikan, tetapi lebih luas lagi dijadikan semboyan untuk dipedomani dalam
melaksanakan kepemimpinan masyarakat dan negara, yang terkenal dengan sebutan
kepemimpinan Pancasila.[7]
SIMPULAN
Ki Hadjar
Dewantara lahir pada hari Kamis Legi tanggal 2 Puasa 1818 atau 2 Mei 1889.
Ayahnya bernama Kanjeng Pangeran Harjo Surjaningrat. Ia menempuh sekolah dasar
di Sekolah Dasar Belanda III (ELS). Setelah Tamat Sekolah Dasar III Belanda
pada tahun 1904 Ki Hadjar sempat masuk sekolah guru di Yogyakarta, tapi tidak
sampai tamat. Lalu Ki Hadjar Dewantara menempuh sekolah dokter jawa (STOVIA)
selama kurang lebih lima tahun (1905-1910), tapi tidak tamat juga disebabkan
sakit.
Ki Hajar
Dewantara mengemukakan gagasannya tentang pendidikan bahwa pendidikan adalah daya
upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter),
pikiran (intelek) dan tubuh anak untuk memajukan kehidupan anak didik selaras
dengan dunianya. Ia mendirikan Perguruan Kebangsaan Taman Siswa sebagai
usahanya dalam menyelenggarakan pendidikan di Indonesia.
Ki Hajar Dewantara juga
mengemukakan gagasannya tenang guru melalui konsep tut wuri handayaninya.
Maknanya pendidik diharapkan dapat melihat,
menemukan, dan memahami bakat atau potensi-potensi apa yang timbul dan terlihat
pada anak didik, selanjutnya dapat dikembangkan. Keseluruhan bunyi tut wuri
handayani yaitu Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso
dan Tut wuri handayani.
Komentar
Posting Komentar