Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Guru dan Pendidikan



PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG GURU DAN PENDIDIKAN




MAKALAH
Disusun sebagai Tugas
Mata Kuliah Etika Profesi Keguruan
Dosen Pengmpu: Fahri Hidayat M. Pd. I
 
Oleh: 
1.   Siti Nurjannah           1522402077 
2.    Sofia Maria Ulfah     1522402079

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2016

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan lahir dari aktivitas berpikir manusia tentang hidup yang bernilai, bermakna dan bermartabat. Manusia memerlukan pendidkan agar menjadi manusia yang bermanfaat dan bermartabat. Dalam proses pendidikan perlu adanya seorang guru yang bisa menjadi pembimbing dan menjadi panutan. Dengan begitu pendidikan yang dilakukan akan lebih mudah dipahami dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Dalam hal pendidikan banyak tokoh-tokoh yang memiliki pemikiran yang berbeda-beda mengenai guru dan pendidikan. Salah satu tokoh yang menggagas pemikiran mengenai guru dan pendidikan. Ki Hadjar Dewntara merupakan bapak pendidikan nasional yang mendirikan Perguruan Taman Siswa. Pemikirannya mengenai pendidikan merupakan salah satu upaya unuk menyiasati perwujudan kondisi kehidupan yang bernilai, bermakna dan bermartabat. Ia ingin mencerdaskan orang-orang yang senasib dengannya agar mereka sadar akan hak-hak hidupnya. Ia juga berupaya unuk mengatasi persoalan kesenjangan sosial dan pelanggaran hak-hak manusia pada masanya.
Oleh karena itu kami membuat makalah mengenai pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang guru dan pendidikan untuk mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai teorinya tentang pendidikan dan gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana biografi Ki Hadjar Dewantara?
2.      Apa saja pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan?
3.      Apa saja pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang guru?
C.    Tujuan
1.      Untuk engetahui biografi dari Ki Hadjar Dewantara
2.      Untuk mengetahui pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan.
3.      Untuk mengetahui pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang guru.

PEMBAHASAN


A.    Biografi Ki Hajar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara lahir pada hari Kamis Legi tanggal 2 Puasa 1818 atau 2 Mei 1889. Ayahnya bernama Kanjeng Pangeran Harjo Surjaningrat, putra Kanjeng Gusti Pangeran Hadipati Hardjo Surjosasraningrat yang bergelar Sri Paku Alam III.[1] Kakek Ki Hadjar (Sri Paku Alam III) mengarang Serat “Darmo Wirayat”, berbentuk syair dan berisi pelajaran tentang kesusilaan. Karya sastranya itu jelas bertaut erat dengan dunia pendidikan karena menyangkut bagaimana membentuk kepribadian atau mendidik budi pekerti. Konten karya sastra Paku Alam III yang selaras dengan kebudayaan Jawa itu, menyangkut olah kehalusan budi dan kerendahan hati.
        Perlu diketahui bahwa kerabat Paku Alam tidak hanya menaruh minat pada kesastraan, tapi juga dalam bidang kesenian. Dikisahkan bahwa pada masa Paku Alam I berkuasa, ia tidak sempat memberi perhatiannya pada upaya pengembangan di bidang kesenian karena terjadinya perang Diponegoro (1825-1825). Upaya ke arah pengembangan kesastraan dan seni tampaknya berlanjut pada masa Paku Alam II. Bahkan pada zaman Paku Alam II kemajuan pada bidang keseniaan cukup pesat. Orang pun mulai merintis alternatif lain untuk mengembangkan kesenian, yakni dengan mengembangkan seni musik dan drama.
        Sejak kecil Ki Hadjar Dewantara sudah dididik dalam suasana religius dan dilatih untuk mendalami soal-soal kesasteraan dan kesenian Jawa. Sejak kecil pula dia dilatih untuk hidup sederhana. Keterbatasan materil yang dialami keluarganya, tidak menyurutkan semangat belajarnya. Meskipun ia hanya masuk ke Sekolah Dasar Belanda III (ELS), ia tetap bersemangat menuntut ilmu.
        Ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar, kehidupan Ki Hadjar  Dewantara tidak berbeda jauh dari kehidupan anak-anak lainnya. Dia juga sering berkelahi dengan anak-anak sekolah dari keturunan Ambon dan Ondo Belanda. Ia terpaksa berkelahi dengan rekan-rekan seperjuangannya itu karena mereka menghina dirinya.
        Setelah Tamat Sekolah Dasar III Belanda pada tahun 1904 Ki Hadjar sempat masuk sekolah guru di Yogyakarta, tapi tidak sampai tamat. Semasanya menempuh sekolah guru, datanglah tawaran sekolah (beasiswa) untuk menjadi dokter jawa dari dokter Wahidin Sudiro Husodo. Kesempatan itu dengan segera diterima Ki Hadjar.
        Ki Hadjar menempuh sekolah dokter jawa (STOVIA) selama kurang lebih lima tahun (1905-1910). Namun, ia tidak berhasil menamatkan sekolahnya lantaran sakit selama empat bulan. Namun kepandaiannya dalam bahasa Belanda mendorong Direktur Sekolahnya mengeluarkan surat istimewa yang menjelaskan bakatnya itu.[2]

B.       Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang Pendidikan

Pendidikan sangat diperlukan oleh setiap orang. Pendidikan perlu dilakukan untuk memberikan bimbingan/bantuan kepada orang lain (anak) yang sedang berproses menuju kedewasaan.[3] Menurut Ki Hadjar Dewantara[4] pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak untuk memajukan kehidupan anak didik selaras dengan dunianya.
        Dalam rangka mensukseskan pendidikan yang di lakukan pada saat itu Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Kebngsaan Taman Siswa pada tanggal  3 Juli 1932 di Yogyakarta dalam bentuk yayasan. Selanjutnya mulai didirikan Taman Indria (Taman Kanak-Kanak) dan kursus guru. Kemudian Taman Dewasa merangkap Taman Guru (Mulo-Kweekschool), sekarang ini telah dikembangkan sehingga meliputi Taman Siswa yang telah mencakup semua jenjang persekolahan, dari pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
        Dalam hal pendidikan Ki Hadjar Dewantara mengemukakan asas pendidikan yang disampaikan pada pembukaan sekolah Taman Siswa yang dikenl dengan 1992. Asas-asas itu antara lain:

  1.      Menjadi hak seseorang mengatur dirinya sendiri. Dalam mengatur dirinya sendiri itu wajib selalu diingat kokohnya persatuan dalam kehidupan umum, tujuannya adalah agar tertib dan damai. Pendidikan wajib menjaga anak didik dengan suka cita agar anak didik berkembang sesuai dengan kodratnya (bakat).
  2.    Pengajar harus membimbing anak menjadi manusia merdeka dalam cipta, karsa, dan dalam menggunakan tenaganya. Di samping memberi pengetahuan yang perlu dan manfaat guna kemerdekaan lahir dan batin dalam masyarakat, guru harus melatih para siswa mencari dan menggunakan sendiri pengetahuan itu.
  3.      Pengajaran harus meliputi bagian rakyat yang terbesar, sebab kekuatan bangsa dan negara adalah perpaduan kekuatan warganya.
  4.       Pendidik harus ikhlas dalam membimbing anak dengan tidak meminta sesuatu hak dan bebas dari segala ikatan, dengan hatiyang suci guru bekerja untuk kepentingan anak.[5]
Dasar pendidikan dan pengajaran taman siswa ialah “Panca Dharma Taman Siswa”, yang disusun pada tahun 1947. Dasar-dasar itu ialah:
  1. Asas kemanusiaan artinya bahwa dharma tiap-tiap manusia itu adalah mewujudkan kemanusiaan, yang harus terlihat pada kesucian hatinya dan adanya rasa cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap makhluk Tuhan seluruhnya.
  2. Asas Kodrati Hidup artinya kodrat hidup pada manusia menunjukkan adanya kekuatan pada manusia sebagai bekal hidupnya.
  3. Asas Kebangsaan artinya tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan, bahkan permusuhan dengan bangsa lain.
  4. Asas Kebudayaan artinya dalam kehidupan kita tidak hanya asal memelihara kebudayaan bangsa saja tetapi membawa kebudayaan kebangsaan ke arah kemajuan yang sesuai dengan kemajuan dunia, dan kepentingan hidup rakyat.
  5. Asas Kemerdekaan artinya manusia mempunyai kodrat (pembawaan). Dengan kodrat yang berkembang merdeka itu manusia dapat memelihara, memajukan, mempertinggi, dan menyempurnakan hidupnya sendiri.[6]

C.      Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang Guru

        Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang terdapat pada konsep yang di terapkan di Taman Siswa yaitu Tut Wuri Handayani. Tut Wuri Handayani berasal dari bahasa Jawa “tut wuri” berarti “mengikuti dari belakang” dan “handayani” berarti “mendorong, memotivasi atau membangkitkan semangat”. Dengan kata tersebut berarti pendidik diharapkan dapat melihat, menemukan, dan memahami bakat atau potensi-potensi apa yang timbul dan terlihat pada anak didik, selanjutnya dapat dikembangkan.
        Konsep Tut wuri handayani mirip dan dekat dengan aliran/hukum konvergensi dari William Stern, yang berpendapat bahwa perkembangan anak ditentukan oleh bagaimana interaksi antara pembawaan atau potensi-potensi yang dimiliki anak yang bersangkutan dan lingkungan ataupun pendidikan yang mempengaruhi anak dalam perkembangannya.
        Tut wuri handayani merupakan bagian dari konsep kependidikan Ki Hajar Dewantara yang secara keseluruhan berbunyi sebagai berikut:
Ing ngarso sung tulodo
Ing madyo mangun karso
Tut wuri handayani
        Ing ngarso sung tulodo artinya jika pendidik sedang berada  di “depan” maka hendaklan memberikan contoh teladan yang baik terhadap anak didiknya. Ing ngarso= di depan, sung= Asung= memberi, tulodo= contoh=teladan.
        Ing madyo mangun karso berarti jika pendidik sedang berada di “tengah-tengah” anak didiknya, hendaklah ia dapat mendorong kemauan atau kehendak mereka, membangkitkan hasrat mereka untuk berinisiatif dan bertindak. Ing madyo= di tengah, mangun= membangun, menimbulkan dorongan, karso= kehendak atau kemauan. Konsep Ki Hajar Dewantara tersebut di atas kini ternyata tidak hanya berlaku dalam dunia pendidikan, tetapi lebih luas lagi dijadikan semboyan untuk dipedomani dalam melaksanakan kepemimpinan masyarakat dan negara, yang terkenal dengan sebutan kepemimpinan Pancasila.[7]



SIMPULAN

            Ki Hadjar Dewantara lahir pada hari Kamis Legi tanggal 2 Puasa 1818 atau 2 Mei 1889. Ayahnya bernama Kanjeng Pangeran Harjo Surjaningrat. Ia menempuh sekolah dasar di Sekolah Dasar Belanda III (ELS). Setelah Tamat Sekolah Dasar III Belanda pada tahun 1904 Ki Hadjar sempat masuk sekolah guru di Yogyakarta, tapi tidak sampai tamat. Lalu Ki Hadjar Dewantara menempuh sekolah dokter jawa (STOVIA) selama kurang lebih lima tahun (1905-1910), tapi tidak tamat juga disebabkan sakit.
            Ki Hajar Dewantara mengemukakan gagasannya tentang pendidikan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak untuk memajukan kehidupan anak didik selaras dengan dunianya. Ia mendirikan Perguruan Kebangsaan Taman Siswa sebagai usahanya dalam menyelenggarakan pendidikan di Indonesia.
              Ki Hajar Dewantara juga mengemukakan gagasannya tenang guru melalui konsep tut wuri handayaninya. Maknanya pendidik diharapkan dapat melihat, menemukan, dan memahami bakat atau potensi-potensi apa yang timbul dan terlihat pada anak didik, selanjutnya dapat dikembangkan. Keseluruhan bunyi tut wuri handayani yaitu Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso dan Tut wuri handayani.



[1] Bartolomeus samho dan Oscar yasunari, konsep pendidikan ki hadjar dewantara dan tantangan tantangan Implementasinya di indonesia dewasa ini. 2010, hlm. 11.
[2]Bartolomeus samho dan Oscar yasunari, “konsep pendidikan ki hadjar dewantara dan tantangan tantangan Implementasinya di indonesia dewasa ini” dalam jurnal penelitian, 2010, hlm. 14-17.
[3] Binti maunah, Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Teras, 2009) hlm. 7.
[4] Zainal Aqib, Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran, (Surabaya: Insan Cendekia, 2002), hlm. 11
[5] Binti maunah, Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Teras, 2009) hal. 131-132
[6] Dwi Alminatun L dan Rinta Dian, “Taman Siswa” dalam makalah ilmu pendidikan, 2016 hlm. 5


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Soal Menghitung Zakat Fitrah

Contoh Teks MC Pelantikan Pengurus

Materi PAI Kelas 6 Bab 4 Ayo Membayar Zakat ppt